21 July 2020

PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM



 

A.        Biografi Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 Hijriyah atau 27 Mei, 1332 Masehi. Dalam bukunya: al-Ta’rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuh Gharban wa Syarqan Ibnu sebagaimana di kutip oleh Kasmuri Selamat menerangkan bahwa nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman Ibn Mumammad Ibn Muhammad Ibn al-Hasan Ibn Jabir Ibn Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Abd al-Rahman Ibn Khaldun. Garis keturunannya berasal dari Wail bin Hajar yaitu seorang sahabat Nabi yang terkenal.[1]

Omar Farrukh sebagaimana dikutip oleh Kasmuri Selamat menyatakan keturunan Ibnu Khaldun datang ke Andalusia bersama-sama dengan pasukan kaum muslimin kira-kira abad kedelapan. Hijriyah Sedangkan menurut Suwito dan Fauzan nenek moyang Ibnu Khaldun berasal dari kabilah Wail yang termasuk kabilah Arab Yaman., yang diduga pindah ke Andalusia pada abad ketiga Hijriyah.

Ibnu Khaldun berasal dari keluarga pecinta ilmu pengetahuan, politik dan negarawan terhormat. Tradisi ilmiah keluarga Ibnu Khaldun mempunyai pengaruh kepada Ibnu Khadun, seperti kecintaan Ibnu Khaldun terhadap ilmu pengetahuan, rajin belajar, serta keterlibatannya dalam kancah perpolitikan. Hal ini merupakan pengaruh dari tradisi keluarganya yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, suka belajar dan terjun ke dunai perpolitikan pada saat itu. Tradisi inilah yang mempengaruhi proses kematangan dan perkembangan intelektual Ibnu Khaldun.

Ayah Ibnu Khaldun bernama Abu Abdullah Muhammad. Abu Abdulah Muhamad adalah seorang pribadi yang suka bergelut dalam dunia perpolitikan, sehingga tidak heran jika ayah Ibnu Khaldun mempunyai jabatan penting di pemeritahan. Setelah lama malang melintang dalam dunia perpolitikan ayah Ibnu Khaldun mengundurkan diri dan mengabdikan diri kepada dunia ilmu pengetahuan dan kesufian, ahli bahasa dan satra Arab.

Kutipan di atas memberi kesan bahwa Ibnu Khaldun menuri sikap ayahnya yang mencintai ilmu dan kegiatan politik praktis, hal ini diperkuat oleh kegiatan Ibnu Khaldun yang berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan dan politik praktis. Sebagaimana diketahui bahwa anak akan cenderung meniru apa yang ia lihat terutama ketika masih kecil. Ibnu Khaldun meniru ayahnya. Lebih lanjut dapat dipahami bahwa keadaan keluarga, kegiatan keluarga, terutama ayah dan ibu memberi pengaruh terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian anaknya. Meskipun bukan sekedar keturunan, namun yang pasti kepribadian dan kesukaan orang tua akan memberi pengaruh yang kuat terhadap perkembangan anaknya. Hal ini tergambar jelas dari kehidupan Ibnu Khaldun yang secara fakta sejarah berkepribadian dan mempunyai kebiasaan yang sama seperti ayahnya. Terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, suka belajar dan terjun ke politik parktis.

Ayah Ibnu Khaldun meninggal karena terkena penyakit pes yang mewabah pada tahun 1348-1349 M, pada waktu itu Ibnu Khladun baru berumur tujuh belas tahun. Ramayulis dan Samsul Nizar menulis dalam bukunya Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam bahwa ayah Ibnu Khaldun meninggal pada tahun 794 H/1384 M. akibat wabah pes yang melanda Tunisia dan sebagain besar kota Masyriq dan Magrib menyebabkan Ibnu Khaldun tidak dapat melanjutkan pendidikannya Tunisia, akibat lainnya adalah pindahnya sebagian besar ulma dan sastrawan yang selamat dari wabah pes dariTunisia ke Magrib al-Aqsa.[2]

Masa muda Ibnu Khaldun memperoleh pekerjaan di istana Abu Inan Fez, Ibnu Khaldun sampai di Fez pada tahun 755 Hijriyah. Atau tahun 1354 Masehi. Tetapi nasib sial mengantarkannya kedalam penjara selama lebih dari 24 bulan. Kemudian pada tahun 1362 Masehi Ibnu Khaldun pergi ke Granada. Setelah ibnu khaldun mendapatkan kerja di Granada, Ibnu Khaldun memoyong semua keluarganya ke Granada. Tetapi Ibnu Khaldun tidak lama tinggal di Granada. Ibnu Khaldun kembali ke Afrika dan di sana Ibnu Khaldun di angkat menjadi perdana menteri. Di Afrika pun tidak lama karena terjadi pergolakan politik pada tahun 1362-1375 menyebabkannya keluar dari Afrika dan pergi ke Maroko dan Spanyol. Pada tahun 1382 Ibnu Khaldun menunaikan ibadah haji, setelah selesai haji Ibnu Khaldun pergi ke Iskandariah, kemudian di lanjutkan ke Mesir. Di Mesir Ibnu Khaldun diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk. Pada 25 Ramadhan 808 H./ tahun 19 Maret 1406 Masehi Ibnu Khaldun meninggal dunia dalam usia 74 tahun.[3]

B.     Pendidikan  Ibnu  Khaldun

Pendidikan awal Ibnu Khaldun adalah pelajaran al-Quran dan hadis yang dibenarkan oleh oleh aliran Maliki, yang juga dianut oleh Ibnu Khaldun, pelajaran lain yang ditekuninya adalah ilmu hukum dan mistisisme. Setelah itu pengetahuan lain yaitu tentang hukum agama, sejarah, dan politik. Disamping itu, Ibnu Khaldun juga belajar sastra dan nahwu sharaf dengan sarjana terkenal pada waktu itu.

Ayahnya adalah guru pertama bagi Ibnu Khaldun, Ibnu Khaldun mempelajari bahasa kepada beberapa orang guru, di antara guru-guru Yang penting bagi Ibnu Khaldun adalah Abu Abdillah Muhammad Ibn al-arabi al-Hasayiri, Abu al-Abbas Ahmad Ibn al-Qusar, Abu Abdillah Muhammad Ibn Bahr. Ibnu Khaldun belajar fiqh kepada beberapa orang guru, yaitu Abu Abdillah Muhammad al-Jiyani dan Abu al-Qasim Muhammad al-Qasir. Ibnu Khaldun belajar ilmu rasional atau filsafat, teologi, logika, ilmu-ilmu tentang alam, matematika dan astronomi kepada Abu Abdillah Muhammad Ibn Ibrahim al-Abili.[4]

Ibnu Khaldun belajar hadis, bahasa Arab, fiqh kepada Syaikh al-Din Abu abdullah Muhammad al-Wadisyasyi. Belajar kitab al-Muwattha’ kepada Abdullah Muhammad Ibn Abd al-Salam. Dari beberapa guru Ibnu Khaldun ada dua guru Yng menjadi idola dan paling berkesan bagi Ibnu Khaldun, Ibnu mengagumi kedua gurunya tersebut yaitu Syaikh Muhammad Ibn Ibrahim al-Abili dan syaikh abd. Al-Muhaimin Ibn al-Hadrami (bidang ilmu agama). Dari kedua guru tersebut Ibnu Khaldun juga mempelajari al-Kutub al-sittah, dan al-Muwattha.

Pada masa kecilnya Ibnu Khaldun rajin ke masjid untuk belajar mengaji al-quran dan ilmu tajwid, masjid ketika itu menjadi tempat efektif untuk belajar.orang-orang Tunisia masih ingat masjid tempat Ibnu Khaldun belajar mengaji yaitu di masjid Quba. Selain itu Ibnu Khaldun juga belajar ilmu-ilmu lain dari para syaikhnya.

 Di antara buku-buku yang pernah dipelajari oleh Ibnu Khaldun adalah al-Lamiyah fi Qira’at dan ar-Ra’yah fi Rasmi I-Mushaf karangan Asy-Syatibi. At-Tashil fi Ilmi I-Nahwi karangan Abul faraj al-Asfahani, al-Mu’allaqat, kitabul Hammasah lil A’lam, ontologi puisi Abu Tamam dan al-Mutannabi, sebagian besar kitab-kitab hadis terutama sahih Muslim dan Muwatta’ karya Imam Malik, at-Taqadi li Ahaditsil-Muwattha’ karanagn Ibn Abdil barr,’Ullumul Hadis karangan Ibn as-salah, Kitabu al-tahzib karangan alBurada’ie, juga Mukhtasarul-Muwadawwanah karangan Suhunun, berisikan fiqh Mazhab Maliki, Mukhtasaruyl-Bnill-Hajib tentang fiqh dan usul serta as-Sairu karangan Ibn Ishak.[5]

C.        Keahlian Ibnu Khaldun Bidang Ilmiah

Ibnu Khaldun sebagai pemikir yang luas ilmunya, sehingga tidak atau sulit untuk mengklasifikasikan pengetahuannya secara khusus. Hal itu terjadi karena Ibnu Khaldun mempunyaiberbagai keahlian di bidang ilmiah, Ibnu Khaldun juga dianggap sebagai perintis dalam penemuan ilmiah. Ali Abdul Wahid Wafi sebagai dikutip oleh Kasmuri Selamat menulis beberapa keahlian Ibnu Khaldun:  Pembinaan pertama dalam ilmu sosiologi, pemuka dan pembaharu dalam ilmu sejarah dan historiologi,  pemuka dan pembaharu dalam autobiografi, pemuka dan pembaharu dalam bidang sastra dan karang mengarang, pemuka dan pembaharu dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta dalam bidang ilmu jiwa,  ahli dalam ilmu fiqh Maliki, ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan lainnya.[6]

Keahlian di atas, membuktikan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang pembelajar sejati. Ibnu Khaldun tidak puas dengan ilmu yang di miliki, sehingga timbul dalam dirinya untuk terus menempa diri dengan bermacam-macam dan berbagai disiplin ilmu. Fakta ini memperkuat bahwa ilmuan Islam masa lalu hampir sebagaian besar memiliki berbagai keahlian disiplin ilmu.

 

D.     Karya Ilmiah Ibnu Khaldun

Sebagai orang yang suka berpetualang, menjadiakn Ibnu Khaldun tumbuh menjadi pribadi yang penuh inspirasi. Inspirasi tersebut akhirnya ditaungkan ke dalam sebuah karya tulis ilmiah. Karay-tulis tersebut di kemudian hari menjadi rujukan dan perhatian para intelektual. Karya-karya Ibnu Khaldun di kemudian hari memberikan sumbangsih bagi perkembangan pengetahuan di dunia Islam. Di antara karya-karya Ibnu Khaldun adalah:

1. Al-Ibar

Al-Ibar adalah karya Ibnu Khaldun yang utama karya ini terdiri dari tiga karya, yaitu karya itu sendiri, kemudian Muqaddimahnya yang terkenal dengan al-Muqaddimah dan akhirnya berdiri sendiri dari karya aslinya, kemudian yang ketiga atau yang terakhir adalah al-ta’rif bi Ibn Khaldun yang pada mulanya Ibnu Khaldun menjadikannya sebagai lampiran dari karya sejarahnya dan kemudian berdiri sendiri.

2. Muqaddimah

Kitab ini merupakan pendahuluan dari kitab al’Ibar yang akhirnya bwerdirisendiri. Pada kitab ini berisi keutamaan ilmusejarah, aliran-alirannya, serta mengidentifikasi kesalahan-kesalahan para penulissejarah, membahas tentang keadaan masyarakat, sifat-sifat parapenguasa, sultan, mata pencaharian, ilmu pengetahuan, pabrik dan hukum kausalitas.

3. Al-Ta’rif

Awalnya kitab ini adalah lampiran dari al-I’bar dan kemudian berdiri sendiri pula. Kitab ini berisi sejarah kehidupannya, riwayat-hidup beberapa orang penting lainnya yang berhubungan dengan Ibnu Khaldun., peristiwa-peristiwa tertentu, dokumen-dokumen, khutbah-khutbah, surat-surat dan kasidahyang dirangkai. Di dalamnya juga dibahas tentang situasi sosial serta aturan-aturannya.

4. Syifa’al-sail li Tahdhib al-Masa’il

Karya ini membahas tentang pemisahan antara jalan tasauf dan jalan syariah serta menguraikan tentang jalan tasauf dan ilmu jiwa.

Selain karya di atas, Ibnu Khaldun juga memberikan komentarnya terhadap al-Burdah dengan indah. Mengikhtisar karya Ibnu Rusyd dan menguraikannya kepada Sultan mengenai pandangan terhadap logika dengan cara yang menarik. Ibnu Khaldun juga mengikhtisar al-Muhassal karya Imam Fakhruddin al-Razi, menyusun karya aritmatika dan memberi komentar terhadap sebuah karya dalam bidang usul fiqh dengan uraian yang bagus.[7]

Karya Ibnu Khaldun di atas, membuktikan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang ilmuan sejati yang mengabdikan diri kepada ilmu pengetahuan. Dedikasinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat tinggi. Hal ini tercermin dengan minatnya yang besarterhadap penelitian-penelitain yang dituangkan ke dalam sebuah karya tulis. Karya tulis yang bermutu dan bernilai tinggi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa datang terutama di dunia pendidikan Islam.

Ibnu Khaldun seharusnya menjadi rujukan dan panutan bagi para ilmuan Islam untuk meneruskan tradisi ilmiah dan tradisi penelitian serta menuliskannya dalam karya ilmiah. Para ilmuah Islam hendaknya terusn melakukan penelitian dan menuangkan ke dalam karya tulis. Sehingga buah pikiran dan penelitaiannnya dapat dimanfaatkan oleh generasi berikutnya dan dana diaplikasin dalam dunia pendidikan Islam.

Tetapi ironisnya, jejak Ibnu khaldun dan pengembaraan intelektual belum banyak ditiru dan diikuti oleh para ilmuan Islam, yang terjadi adalah merasa puas dengan hasil karya orang lain, karya ilmuan Barat, yang terkadang jauh dari nilai-nilai dan budaya Islam, akibatnya adalah menjauhlkan pendidikan Islam dari Islam itu sendiri. Untuk itu perlu kesadaran umat Islam untuk mengkaji dan meneliti karya-karya ilmuan Muslim. Dan pada akhirnya umat Islam mampu menerapkan konsep pendidikan yang di hasilkan dari pemikiran para tokoh pendidikan Islam tersebut.

Merujuk kembali kepada karya-karya intelektual Islam masa lalu merupakan langkah untuk menuju ke arah pendidikan Islam yang lebih baik. Hal ini perlu di lakukan oleh umat Islam agar dunia pendidikan Islam menemukan jati dirinya sendiri.

Pemikiran Ibnu  Khaldun Tentang Filsafat Pendidikan

1.    Pengertian dan Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun

Pada bab ini akan dibahas pandangan-pandangan Ibnu Khaldun mengenai pendidikan. Menurut Ibnu Khaldun dalam awal pembahasannya pada bab empat dari Muqaddimahnya, dia menyatakan bahwa ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semat-mata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.

Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa:

Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya.  


Dari pendapatnya ini dapat diketahui bahwa pendidikan menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.

Menurut Ibnu Khaldun bahwa secara esensial manusia itu bodoh, dan menjadi berilmu melalui pencarian ilmu pengetahuan. Alasan yang dikemukakan bahwa manusia adalah bagian dari jenis binatang, dan Allah SWT telah membedakannya dengan binatang dengan diberi akal pikiran. Kemampuan manusia untuk berfikir baru dapat dicapai setelah sifat kebinatangannya mencapai kesempurnaan, yaitu dengan melalui proses; kemampuan membedakan. Sebelum pada tahap ini manusia sama sekali persis seperti binatang, manusia hanya berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih ditentukan rupa mentalnya. Kemudian Allah memberikan anugerah berupa pendengaran, penglihatan dan akal. Pada waktu itu manusia adalah materi sepenuhnya karena itu dia tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Dia mencapai kesempurnaan bentuknya melalui ilmu pengetahuan yang dicari melalui organ tubuhnya sendiri.  Setelah manusia mencapai eksistensinya, dia siap menerima apa yang dibawa para Nabi dan mengamalkannya demi akhiratnya. Maka dia selalu berfikir tentang semuanya. Dari pikiran ini tercipta berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian-keahlian. Kemudian manusia ingin mencapai apa yang menjadi tuntutan wataknya; yaitu ingin mengetahui segala sesuatu, lalu dia mencari orang yang lebih dulu memiliki ilmu atau kelebihan. Setelah itu pikiran dan pandangannya dicurahkan pada hakekat kebenaran satu demi satu serta memperhatikan peristiwa-peristiwa yang dialaminya yang berguna bagi esensinya. Akhirnya dia menjadi terlatih sehingga pengajaran terhadap gejala hakekat menjadi suatu kebiasaan (malakah) baginya. Ketika itu ilmunya menjadi suatu ilmu spesial, dan jiwa generasi yang sedang tumbuh pun tertarik untuk memperoleh ilmu tersebut. Merekapun meminta bantuan para ahli ilmu pengetahuan, dan dari sinilah timbul pengajaran.  Inilah yang oleh Ibnu Khaldun dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan hal yang alami di dalam peradaban manusia.

Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun, bahwa di dalam Muqaddimahnya ia tidak merumuskan tujuan pendidikan secara jelas, akan tetapi dari uraian yang tersirat, dapat diketahui tujuan yang seharusnya dicapai di dalam pendidikan. Dalam hal ini al-Toumy mencoba menganalisa isi Muqaddimahnya dan ditemukan beberapa tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Dijelaskan menurutnya ada enam tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan, antara lain:

1.    Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, yaitu dengan mengajarkan syair-syair agama menurut al-Qur’an dan Hadits Nabi sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat, sebagaimana dengan potensi-potensi lain yang jika kita mendarah daging, maka ia seakan-akan menjadi fithrah.

2.    Menyiapkan seseorang dari segi akhlak. Hal ini sesuai pula dengan apa yang dikatakan Muhammad AR., bahwa hakekat pendidikan menurut Islam sesungguhnya adalah menumbuhkan dan membentuk kepribadian manusia yang sempurna melalui budi luhur dan akhlak mulia.

3.    Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.

4.    Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan. Ditegaskannya tentang pentingnya pekerjaan sepanjang umur manusia, sedang pengajaran atau pendidikan menurutnya termasuk di antara ketrampilan-ketrampilan itu.

5.    Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu.

6.    Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, di sini termasuk musik, syair, khat, seni bina dan lain-lain.


Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan keahlian. Dia telah memberikan porsi yang sama antara apa yang akan dicapai dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki. Maka atas dasar itulah Ibnu Khaldun beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu. Karena kematangan berfikir adalah alat kemajuan ilmu industri dan sistem sosial.

Dari rumusan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun menganut prinsip keseimbangan. Dia ingin anak didik mencapai kebahagiaan duniawi dan sekaligus ukhrowinya kelak. Berangkat dari pengamatan terhadap rumusan tujuan pendidikan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun, secara jelas kita dapat melihat bahwa ciri khas pendidikan Islam yaitu sifat moral religius nampak jelas dalam tujuan pendidikannya, dengan tanpa mengabaikan masalah-masalah duniawi. Sehingga secara umum dapat kita katakan bahwa pendapat Ibnu Khaldun tentang pendidikan telah sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam yakni aspirasi yang bernafaskan agama dan moral.

 2.    Pandangan Ibnu Khaldun mengenai Kurikulum dan Materi Pendidikan

Sebelum membahas pandangan Ibnu Khaldun tentang kurikulum perlu kiranya diberikan pengertian kurikulum pada zamannya, karena kurikulum pada zamannya tentu saja berbeda dengan kurikulum masa kini yang telah memiliki pengertian yang lebih luas. Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.

Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah mencakup konsep yang lebih luas yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu: Tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan.  Dalam pembahasannya mengenai kurikulum Ibnu Khaldun mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur. Ia mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di Maghrib, bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran mereka pada mempelajari al-Qur’an dari berbagai segi kandungannya. Sedangkan orang-orang Andalusia, mereka menjadikan al-Qur’an sebagai dasar dalam pengajarannya, karena al-Qur’an merupakan sumber Islam dan sumber semua ilmu pengetahuan. Sehingga mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada mempelajari al-Qur’an saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan hafalan-hafalan lain. Demikian pula dengan orang-orang Ifrikiya, mereka mengkombinasikan pengajaran al-Qur’an dengan hadits dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan tertentu.

Adapun metode yang dipakai orang Timur seperti pengakuan Ibnu Khaldun, sejauh yang ia ketahui bahwa orang-orang Timur memiliki jenis kurikulum campuran antara pengajaran al-Qur’an dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menganjurkan agar pada anak-anak seyogyanya terlebih dahulu diajarkan bahasa Arab sebelum ilmu-ilmu yang lain, karena bahasa adalah merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu pengetahuan, sehingga menurutnya mengajarkan al-Qur’an mendahului pengajarannya terhadap bahasa Arab akan mengkaburkan pemahaman anak terhadap al-Qur’an itu sendiri, karena anak akan membaca apa yang tidak dimengertinya dan hal ini menurutnya tidak ada gunanya.

Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:

1.    Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)

Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.

Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.

2.    Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)

Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu: a. Ilmu logika, b. Ilmu fisika, c. Ilmu metafisika dan d. Ilmu matematika. Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya.  

Setelah mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:

1.    Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.

2.    Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)   

3.    Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.

4.    Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.

Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu adalah merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama.

Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at (agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat). Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal itu ditinjau dari segi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya untuk hidup dengan seimbang namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu pengetahuan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar banyak tergantung pada para pendidik, bagaimana dan sejauh mana mereka pandai mempergunakan berbagai metode yang tepat dan baik.

3.    Pandangan Ibnu Khaldun tentang Metode Pendidikan

Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran merupakan bagian dari pembahasan pada buku Muqaddimahnya. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah pendidikan Islam dapat kita simak bahwa dalam berbagai kondisi dan situasi yang berbeda, telah diterapkan metode pengajaran. Dan metode yang dipergunakan bukan hanya metode mengajar bagi pendidik, melainkan juga metode belajar yang harus digunakan oleh anak didik. Hal ini sebagaimana telah dibahas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya.

Di dalam buku Muqaddimahnya dia telah mencanangkan langkah-langkah pendidikan sebagai berikut:

Pertama: Didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.

Kedua: Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.

Ketiga: Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna. Demikian itu metode umum yang ditawarkan Ibnu Khaldun di dalam proses belajar mengajar.

Disamping itu Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar.  Disamping metode yang sudah disebut di atas Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan. Dan apabila kita cermati satu demi satu pandangannya tentang kurikulum materi dan metode pendidikan, maka dapat kita tarik suatu kesimpulan  bahwa ilmuan yang diakui Barat dan Timur ini memang memiliki pandangan yang jauh ke depan dalam berbagai masalah pengetahuan, berfikir universal dan sintetik, sehingga filsafatnya tentang pendidikan tidak pernah dirasanya usang bahkan banyak diteladani baik kawan maupun lawan.

 

METODE MENGAJAR MENURUT IBNU KHALDUN

Mengajar erat kaitannya dengan metode, kaitan tersebut berhubungan dengan cara menyampaikan pelajaran atau materi pada saat seorang guru mengajar. Guru yang mengajartanpa mengunakan metode maka hasil dari pembelajaran diragukan keberhasilannya. Maka metode berakitanatau menentukan hasil sebuah pembelajaran. Ibnu Khaldun sebagai seorang pemikir pendidikan memberi perhatian yang cukup besar terhadap keberlangsungan dan kualitas pembelajaran.

Ibnu Khaldun menganjurkan kepada para guru/ pendidik dalam pembelajaran sebagai berikut:

1. menganjurkan kepada para pendidik mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan metode yang baik dan mengetahui manfaat yang digunakannya.

2. tidak mengajardengan sikap yang kasar dan kata-kata kotor/kata-kata tidak pantasa/makian.

3. pendidik hendaknya bersikap sopan dan bijak terhadap muridnya.

Ibnu Khaldun menyatakan pendidik hendaknya memiliki sifat-sifat yang baik, seperti sifat lemah lembut, menjadi uswatun hasanah, memperhatikan keragaman anak didiknya, mengisi waktu luang dengan perbuatan yang bermanfaat, selalu meningkatkan profesionalitas dan wawasan yang luas.

Kutipan di atas makin memperkuat anggapan bahwa Ibnu Khaldun adalah ahli dalam pendidikan. Alasan ini berdasarkan pemahaman dari pemikiran Ibnu Khaldun yang berhubungan dengan karakteristik seorang pendidik. Dalam pembelajaran guru hendaknya tidak memberikan materi yang sulit terlebih dahulu dari ilmu yang dipelajari peserta didik. Apapun dalih dan alasannya hal tersebut tidak memberi manfaat bagi siswa. Mungkin dengan alasan agar siswa memeras otak dan memecahkan masalah-masalah itu. Menurut Ibnu Khaldun memberi pelajaran awal dengan sesuatu yang sulit akan menjadikan siswa bingung.

Dari kutipan di atas menggambarkan ketajaman dan kedalaman Ibnu Khaldun terhadap perkembangan anak didik. Anak didik tidak akan mampu menerima hal-hala yang sulit selama belum ada latihan dan dasar ilmu yang mendukung. Tetapi apabila anak didik sudah dilatih dan diberi konsep ilmu tersebut secara terus menerus dan terlatih maka pelajaran yang sulit bukan merupakan hambatan bagi peserta didik, di sisi lain, siswa tidak akan bosan.

Demikian juga dalam mengajarkan ilmu kepada siswa hendaknya dilakukan dengan berangsur-angsur. Ibu Khaldun mengatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang diberikan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah.

Ibnu Khaldun meyakini bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dilakukan bertahap-tahap, perlahan-lahan, langkah demi langkah. Dengan adanya pentahapan akan memberi kesempatan kepada otak anak didik untuk berfikir dan menyimpan informasi yang mereka peroleh dari pendidiknya, di sisi lain, dalam otak siswa akan terjalin semacam endapan memori pengetahuan yang tersusun secara teratur, dan pada akhirnya akan membentuk suatu pengetahuan yang utuh. Keutuhan pengetahuan tersebut di dapatkan siswa dari pembelajaran yang bertahap dan berangsur-angsur yang diterimanya. Ilmu pengetahuan yang berangsur-angsur tersebut membentuk sebuah kerangka bangunan yang utuh, yang pada akhirnya menjadi bangunan ilmu yang lengkap.

Menurut Ibnu Khaldun dalam pembelajaran ada hal penting yang perlu menjadi perhatian guru yaitu:

1. guru hendaknya mengajarkan hal-hal pokokpada setiap cabang pembahasan yang dipelajarinya.

2. keternagan-keterangan yang diberikan hendaknya bersifat umum dan menyeluruh.

3. guru hendaknya memperhatikan kemampuan akal siswa.

4. guru hendaknya memperhatikan kesiapan siswa dalam memahami pelajaran yang diberikan.

5. apabila siswa sudah memahami pelajaran pokok dan cabang-cabangnya, guru hendaknya melanjutkan pengajaran kepada tingkat yang lebih tinggi.

6. guru hendaknya tidak merasa puas dengan pembahasan yang bersifat umum.

7. setelah cara pembahasan bersifat umum dianggap sukses guru hendaknya memperluas pembahasan lebih dalam dan membahas segi-segi yang menjadi pertentangan dan pandangan-pandangan yang berbeda terhadap persoalan-persoalan yang dibahas hingga tuntas dan menyeluruh, sehingga keahlian siswa dapat tercapai sempurna.

Kutipan di atas, memberi gambaran bahwa pendidik diharapkan mengetahui psikologi pembelajaran dan psikologi perkembangan anak. Pengetahuan dan pemahaman terhadap psikologi perkembangan anak dan psikologi pembelajaran menjadi sebuah kewajiban dan keharusan bagi para pendidik. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa guru tidak dapat mendidik, mengajar, serta menerapkan metode yang tepat tanpa bantuan pengetahuan pendukung yaitu psikologi pengajaran dan psikologi perkembangan anak.

Menurut Ibnu Khaldun mendidik anak dengan kekerasan akan membahayakan anak didik, hal-hal yang membahayakan tersebut adalah sebagai berikut:

1. kekerasan akan disimpan/ diambil oleh siswa menjadi sebuah kepribadiannya.

2. mencegah perkembangan anak didik.

3. kekerasan akan menimbulkan kemalasan, kecurangan, penipuan dan kelicikan.

4. siswa menjadi penakut.

5. kepribadian siswa menjadi terpecah/tidak satunya kata dan perbuatan.

6. mengajar dengan kekerasan akan menjadsi rujukan kepribadian anak, anak akan mengambil sikap keras tersebutsebgai bagian dari kepribadiannya yang permanen.

7. pembelajaran dengan kekerasan akan merusak sifat kemanusiaan dan sikap perwira.

8. siswa yang terbiasa dididik dengan kekerasan akan malas membentuk dirinya dengan sifat keutamaan dan keluhuran moral.

9. siswa akan cenderung rendah diri atau tidak pecaya diri.

10. siswa cenderung berakhlak buruk.

Kekerasan dalam dunia pendidikan berakibat fatal bagi peserta didik, pemahaman ini berdasarkan pendapat Ibnu Khaldun di atas. Tidak dapat dipungkiri peserta didik adalah manusia merdeka, manusia membutuhkan kasih sayang, peserta didik adalah manusia dan ingin dianggap dan diperlakukan selayaknya manusia. Pembelajaran dengan kekerasan hanya akan meninggalkan jiwa-jiwa yang terjajah, jiwa-jiwa yang memendam dendam dan bara perlawanan. Mungkin suatu saat nanti jiwa-jiwa yang terjajah tersebut juga kan menjajah orang lain yang dianggapnya lemah dan berada di bawah kekussaannya.

Pembelajaran dengan kekerasan hendaknya dihapuskan dalam dunia pendidikan. Penghapusan kekerasan dalam pendidikan hendaknya menjadi bagian dari keinginan untuk memajukan pendidikan,peningkatkan akhlak dan moral anak didik.

 



[1] Kasmuri Selamat, Timbangan Emas Buat Menimbang Gunung; Pandangan Ibn Khaldun terhadap Filsafat Ketuhanan,( Jakarta; Kalam Mulia, 2007), h. 121

[2] Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,(Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 19

[3] Ibid., h. 134

[4] Ramayulis dan Samsul Nizar, op.cit., h. 20. Lihat juga Kasmuri Selamat, op.cit., h.128

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.h.54


No comments: