A.
Biografi
Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun
lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 Hijriyah atau 27 Mei, 1332 Masehi. Dalam bukunya: al-Ta’rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuh
Gharban wa Syarqan Ibnu sebagaimana di kutip oleh Kasmuri Selamat menerangkan
bahwa nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman Ibn Mumammad Ibn Muhammad Ibn
al-Hasan Ibn Jabir Ibn Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Abd al-Rahman Ibn Khaldun.
Garis keturunannya berasal dari Wail bin Hajar yaitu seorang sahabat Nabi yang
terkenal.[1]
Omar Farrukh sebagaimana dikutip oleh Kasmuri Selamat menyatakan keturunan Ibnu Khaldun datang ke Andalusia bersama-sama dengan pasukan kaum muslimin kira-kira abad kedelapan. Hijriyah Sedangkan menurut Suwito dan Fauzan nenek moyang Ibnu Khaldun berasal dari kabilah Wail yang termasuk kabilah Arab Yaman., yang diduga pindah ke Andalusia pada abad ketiga Hijriyah.
Ibnu Khaldun
berasal dari keluarga pecinta ilmu pengetahuan, politik dan negarawan
terhormat. Tradisi ilmiah keluarga Ibnu Khaldun mempunyai pengaruh kepada Ibnu
Khadun, seperti kecintaan Ibnu Khaldun terhadap ilmu pengetahuan, rajin belajar,
serta keterlibatannya dalam kancah perpolitikan. Hal ini merupakan pengaruh
dari tradisi keluarganya yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, suka belajar
dan terjun ke dunai perpolitikan pada saat itu. Tradisi inilah yang
mempengaruhi proses kematangan dan perkembangan intelektual Ibnu Khaldun.
Ayah Ibnu
Khaldun bernama Abu Abdullah Muhammad. Abu Abdulah Muhamad adalah seorang
pribadi yang suka bergelut dalam dunia perpolitikan, sehingga tidak heran jika
ayah Ibnu Khaldun mempunyai jabatan penting di pemeritahan. Setelah lama malang
melintang dalam dunia perpolitikan ayah Ibnu Khaldun mengundurkan diri dan
mengabdikan diri kepada dunia ilmu pengetahuan dan kesufian, ahli bahasa dan
satra Arab.
Kutipan di atas
memberi kesan bahwa Ibnu Khaldun menuri sikap ayahnya yang mencintai ilmu dan
kegiatan politik praktis, hal ini diperkuat oleh kegiatan Ibnu Khaldun yang
berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan dan politik praktis. Sebagaimana
diketahui bahwa anak akan cenderung meniru apa yang ia lihat terutama ketika
masih kecil. Ibnu Khaldun meniru ayahnya. Lebih lanjut dapat dipahami bahwa
keadaan keluarga, kegiatan keluarga, terutama ayah dan ibu memberi pengaruh
terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian anaknya. Meskipun bukan
sekedar keturunan, namun yang pasti kepribadian dan kesukaan orang tua akan
memberi pengaruh yang kuat terhadap perkembangan anaknya. Hal ini tergambar
jelas dari kehidupan Ibnu Khaldun yang secara fakta sejarah berkepribadian dan
mempunyai kebiasaan yang sama seperti ayahnya. Terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, suka belajar dan
terjun ke politik parktis.
Ayah Ibnu Khaldun meninggal karena terkena penyakit pes
yang mewabah pada tahun 1348-1349 M, pada waktu itu Ibnu Khladun baru berumur
tujuh belas tahun. Ramayulis dan Samsul Nizar menulis
dalam bukunya Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam bahwa ayah Ibnu Khaldun
meninggal pada tahun 794 H/1384 M. akibat wabah pes yang
melanda Tunisia dan sebagain besar kota Masyriq dan Magrib menyebabkan Ibnu
Khaldun tidak dapat melanjutkan pendidikannya Tunisia, akibat lainnya adalah
pindahnya sebagian besar ulma dan sastrawan yang selamat dari wabah pes
dariTunisia ke Magrib al-Aqsa.[2]
Masa muda Ibnu Khaldun memperoleh pekerjaan di istana Abu
Inan Fez, Ibnu Khaldun sampai di Fez pada tahun 755 Hijriyah.
Atau tahun 1354 Masehi. Tetapi nasib sial mengantarkannya kedalam penjara
selama lebih dari 24 bulan. Kemudian pada tahun 1362
Masehi Ibnu Khaldun pergi ke Granada. Setelah ibnu
khaldun mendapatkan kerja di Granada, Ibnu Khaldun memoyong semua keluarganya
ke Granada. Tetapi Ibnu Khaldun tidak lama tinggal di Granada. Ibnu Khaldun
kembali ke Afrika dan di sana Ibnu Khaldun di angkat menjadi perdana menteri.
Di Afrika pun tidak lama karena terjadi pergolakan politik pada tahun 1362-1375
menyebabkannya keluar dari Afrika dan pergi ke Maroko dan Spanyol. Pada tahun
1382 Ibnu Khaldun menunaikan ibadah haji, setelah selesai haji Ibnu Khaldun
pergi ke Iskandariah, kemudian di lanjutkan ke Mesir. Di Mesir Ibnu Khaldun
diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk.
Pada 25 Ramadhan 808 H./ tahun 19 Maret 1406 Masehi Ibnu Khaldun meninggal
dunia dalam usia 74 tahun.[3]
Pendidikan awal Ibnu Khaldun adalah pelajaran al-Quran dan hadis yang
dibenarkan oleh oleh aliran Maliki, yang juga dianut oleh Ibnu Khaldun,
pelajaran lain yang ditekuninya adalah ilmu hukum dan mistisisme. Setelah itu
pengetahuan lain yaitu tentang hukum agama, sejarah, dan politik. Disamping
itu, Ibnu Khaldun juga belajar sastra dan nahwu sharaf dengan sarjana terkenal
pada waktu itu.
Ayahnya adalah guru pertama bagi Ibnu Khaldun, Ibnu Khaldun mempelajari
bahasa kepada beberapa orang guru, di antara guru-guru Yang penting bagi Ibnu
Khaldun adalah Abu Abdillah Muhammad Ibn al-arabi al-Hasayiri, Abu al-Abbas
Ahmad Ibn al-Qusar, Abu Abdillah Muhammad Ibn Bahr. Ibnu Khaldun belajar fiqh
kepada beberapa orang guru, yaitu Abu Abdillah Muhammad al-Jiyani dan Abu
al-Qasim Muhammad al-Qasir. Ibnu Khaldun belajar ilmu rasional atau filsafat,
teologi, logika, ilmu-ilmu tentang alam, matematika dan astronomi kepada Abu
Abdillah Muhammad Ibn Ibrahim al-Abili.[4]
Ibnu Khaldun belajar hadis, bahasa Arab, fiqh kepada Syaikh al-Din Abu
abdullah Muhammad al-Wadisyasyi. Belajar kitab al-Muwattha’ kepada Abdullah
Muhammad Ibn Abd al-Salam. Dari beberapa guru Ibnu Khaldun ada dua guru Yng menjadi
idola dan paling berkesan bagi Ibnu Khaldun, Ibnu mengagumi kedua gurunya
tersebut yaitu Syaikh Muhammad Ibn Ibrahim al-Abili dan syaikh abd. Al-Muhaimin
Ibn al-Hadrami (bidang ilmu agama). Dari kedua guru tersebut Ibnu Khaldun juga
mempelajari al-Kutub al-sittah, dan al-Muwattha.
Pada masa kecilnya Ibnu Khaldun rajin ke masjid untuk belajar mengaji
al-quran dan ilmu tajwid, masjid ketika itu menjadi tempat efektif untuk
belajar.orang-orang Tunisia masih ingat masjid tempat Ibnu Khaldun belajar
mengaji yaitu di masjid Quba. Selain itu Ibnu Khaldun juga belajar ilmu-ilmu
lain dari para syaikhnya.
Di antara buku-buku yang pernah
dipelajari oleh Ibnu Khaldun adalah al-Lamiyah fi Qira’at dan ar-Ra’yah fi
Rasmi I-Mushaf karangan Asy-Syatibi. At-Tashil fi Ilmi I-Nahwi karangan Abul
faraj al-Asfahani, al-Mu’allaqat, kitabul Hammasah lil A’lam, ontologi puisi
Abu Tamam dan al-Mutannabi, sebagian besar kitab-kitab hadis terutama sahih
Muslim dan Muwatta’ karya Imam Malik, at-Taqadi li Ahaditsil-Muwattha’ karanagn
Ibn Abdil barr,’Ullumul Hadis karangan Ibn as-salah, Kitabu al-tahzib karangan
alBurada’ie, juga Mukhtasarul-Muwadawwanah karangan Suhunun, berisikan fiqh
Mazhab Maliki, Mukhtasaruyl-Bnill-Hajib tentang fiqh dan usul serta as-Sairu
karangan Ibn Ishak.[5]
C.
Keahlian Ibnu Khaldun Bidang Ilmiah
Ibnu Khaldun sebagai pemikir yang luas ilmunya, sehingga
tidak atau sulit untuk mengklasifikasikan pengetahuannya secara khusus. Hal itu
terjadi karena Ibnu Khaldun mempunyaiberbagai keahlian di bidang ilmiah, Ibnu
Khaldun juga dianggap sebagai perintis dalam penemuan ilmiah. Ali Abdul Wahid Wafi
sebagai dikutip oleh Kasmuri Selamat menulis beberapa keahlian Ibnu Khaldun: Pembinaan pertama dalam ilmu sosiologi, pemuka
dan pembaharu dalam ilmu sejarah dan historiologi, pemuka dan pembaharu dalam autobiografi, pemuka
dan pembaharu dalam bidang sastra dan karang mengarang, pemuka dan pembaharu
dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta dalam bidang ilmu jiwa, ahli dalam ilmu fiqh Maliki, ahli dalam berbagai ilmu
pengetahuan lainnya.[6]
Keahlian di atas, membuktikan bahwa Ibnu Khaldun adalah
seorang pembelajar sejati. Ibnu Khaldun tidak puas dengan ilmu yang di miliki,
sehingga timbul dalam dirinya untuk terus menempa diri dengan bermacam-macam
dan berbagai disiplin ilmu. Fakta ini memperkuat bahwa ilmuan Islam masa lalu
hampir sebagaian besar memiliki berbagai keahlian disiplin ilmu.
D.
Karya Ilmiah Ibnu Khaldun
Sebagai
orang yang suka berpetualang, menjadiakn Ibnu Khaldun tumbuh menjadi pribadi
yang penuh inspirasi. Inspirasi tersebut akhirnya ditaungkan ke dalam sebuah
karya tulis ilmiah. Karay-tulis tersebut di kemudian hari menjadi rujukan dan
perhatian para intelektual. Karya-karya Ibnu Khaldun di kemudian hari
memberikan sumbangsih bagi perkembangan pengetahuan di dunia Islam. Di antara
karya-karya Ibnu Khaldun adalah:
1.
Al-Ibar
Al-Ibar adalah karya Ibnu Khaldun yang utama karya ini terdiri
dari tiga karya, yaitu karya itu sendiri, kemudian Muqaddimahnya yang
terkenal dengan al-Muqaddimah dan akhirnya berdiri sendiri dari karya
aslinya, kemudian yang ketiga atau yang terakhir adalah al-ta’rif bi Ibn
Khaldun yang pada mulanya Ibnu Khaldun menjadikannya sebagai lampiran dari
karya sejarahnya dan kemudian berdiri sendiri.
2.
Muqaddimah
Kitab
ini merupakan pendahuluan dari kitab al’Ibar yang akhirnya bwerdirisendiri.
Pada kitab ini berisi keutamaan ilmusejarah, aliran-alirannya, serta
mengidentifikasi kesalahan-kesalahan para penulissejarah, membahas tentang
keadaan masyarakat, sifat-sifat parapenguasa, sultan, mata pencaharian, ilmu pengetahuan,
pabrik dan hukum kausalitas.
3.
Al-Ta’rif
Awalnya
kitab ini adalah lampiran dari al-I’bar dan kemudian berdiri sendiri
pula. Kitab ini berisi sejarah kehidupannya, riwayat-hidup beberapa orang
penting lainnya yang berhubungan dengan Ibnu Khaldun., peristiwa-peristiwa
tertentu, dokumen-dokumen, khutbah-khutbah, surat-surat dan kasidahyang dirangkai.
Di dalamnya juga dibahas tentang situasi sosial serta
aturan-aturannya.
4.
Syifa’al-sail li Tahdhib al-Masa’il
Karya
ini membahas tentang pemisahan antara jalan tasauf dan jalan syariah serta
menguraikan tentang jalan tasauf dan ilmu jiwa.
Selain
karya di atas, Ibnu Khaldun juga memberikan komentarnya terhadap al-Burdah
dengan indah. Mengikhtisar karya Ibnu Rusyd dan menguraikannya kepada Sultan
mengenai pandangan terhadap logika dengan cara yang menarik. Ibnu Khaldun juga
mengikhtisar al-Muhassal karya Imam Fakhruddin al-Razi, menyusun karya
aritmatika dan memberi komentar terhadap sebuah karya dalam bidang usul fiqh
dengan uraian yang bagus.[7]
Karya
Ibnu Khaldun di atas, membuktikan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang ilmuan
sejati yang mengabdikan diri kepada ilmu pengetahuan. Dedikasinya terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan sangat tinggi. Hal ini tercermin dengan minatnya
yang besarterhadap penelitian-penelitain yang dituangkan ke dalam sebuah karya
tulis. Karya tulis yang bermutu dan bernilai tinggi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di masa datang terutama di dunia pendidikan Islam.
Ibnu
Khaldun seharusnya menjadi rujukan dan panutan bagi para ilmuan Islam untuk
meneruskan tradisi ilmiah dan tradisi penelitian serta menuliskannya dalam karya
ilmiah. Para ilmuah Islam hendaknya terusn melakukan penelitian dan menuangkan
ke dalam karya tulis. Sehingga buah pikiran dan penelitaiannnya dapat
dimanfaatkan oleh generasi berikutnya dan dana diaplikasin dalam dunia
pendidikan Islam.
Tetapi
ironisnya, jejak Ibnu khaldun dan pengembaraan intelektual belum banyak ditiru
dan diikuti oleh para ilmuan Islam, yang terjadi adalah merasa puas dengan
hasil karya orang lain, karya ilmuan Barat, yang terkadang jauh dari
nilai-nilai dan budaya Islam, akibatnya adalah menjauhlkan pendidikan Islam
dari Islam itu sendiri. Untuk itu perlu kesadaran umat Islam untuk mengkaji dan
meneliti karya-karya ilmuan Muslim. Dan pada akhirnya umat Islam mampu
menerapkan konsep pendidikan yang di hasilkan dari pemikiran para tokoh
pendidikan Islam tersebut.
Merujuk
kembali kepada karya-karya intelektual Islam masa lalu merupakan langkah untuk
menuju ke arah pendidikan Islam yang lebih baik. Hal ini perlu di lakukan oleh
umat Islam agar dunia pendidikan Islam menemukan jati dirinya sendiri.
Pemikiran Ibnu
Khaldun Tentang Filsafat Pendidikan
1. Pengertian dan Tujuan
Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Pada bab ini akan dibahas pandangan-pandangan
Ibnu Khaldun mengenai pendidikan. Menurut Ibnu Khaldun dalam awal pembahasannya
pada bab empat dari Muqaddimahnya, dia menyatakan bahwa ilmu pendidikan
bukanlah suatu aktivitas yang semat-mata bersifat pemikiran dan perenungan yang
jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan
pendidikan merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat
dan perkembangannya dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan
pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis
insani.
Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun tidak
memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan
gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa:
Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya,
maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata
krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka
yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari
mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya.
Dari pendapatnya ini dapat diketahui bahwa pendidikan menurut Ibnu Khaldun
mempunyai pengertian yang cukup luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses
belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding, tetapi pendidikan adalah
suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati
peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.
Menurut Ibnu Khaldun bahwa secara esensial
manusia itu bodoh, dan menjadi berilmu melalui pencarian ilmu pengetahuan.
Alasan yang dikemukakan bahwa manusia adalah bagian dari jenis binatang, dan
Allah SWT telah membedakannya dengan binatang dengan diberi akal pikiran.
Kemampuan manusia untuk berfikir baru dapat dicapai setelah sifat
kebinatangannya mencapai kesempurnaan, yaitu dengan melalui proses; kemampuan
membedakan. Sebelum pada tahap ini manusia sama sekali persis seperti binatang,
manusia hanya berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih
ditentukan rupa mentalnya. Kemudian Allah memberikan anugerah berupa
pendengaran, penglihatan dan akal. Pada waktu itu manusia adalah materi
sepenuhnya karena itu dia tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Dia mencapai
kesempurnaan bentuknya melalui ilmu pengetahuan yang dicari melalui organ
tubuhnya sendiri. Setelah manusia mencapai eksistensinya, dia siap
menerima apa yang dibawa para Nabi dan mengamalkannya demi akhiratnya. Maka dia
selalu berfikir tentang semuanya. Dari pikiran ini tercipta berbagai ilmu
pengetahuan dan keahlian-keahlian. Kemudian manusia ingin mencapai apa yang
menjadi tuntutan wataknya; yaitu ingin mengetahui segala sesuatu, lalu dia
mencari orang yang lebih dulu memiliki ilmu atau kelebihan. Setelah itu pikiran
dan pandangannya dicurahkan pada hakekat kebenaran satu demi satu serta
memperhatikan peristiwa-peristiwa yang dialaminya yang berguna bagi esensinya.
Akhirnya dia menjadi terlatih sehingga pengajaran terhadap gejala hakekat menjadi
suatu kebiasaan (malakah) baginya. Ketika itu ilmunya menjadi suatu ilmu
spesial, dan jiwa generasi yang sedang tumbuh pun tertarik untuk memperoleh
ilmu tersebut. Merekapun meminta bantuan para ahli ilmu pengetahuan, dan dari
sinilah timbul pengajaran. Inilah yang oleh Ibnu Khaldun dikatakan bahwa
ilmu pengetahuan merupakan hal yang alami di dalam peradaban manusia.
Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun,
bahwa di dalam Muqaddimahnya ia tidak merumuskan tujuan pendidikan secara
jelas, akan tetapi dari uraian yang tersirat, dapat diketahui tujuan yang
seharusnya dicapai di dalam pendidikan. Dalam hal ini al-Toumy mencoba
menganalisa isi Muqaddimahnya dan ditemukan beberapa tujuan pendidikan yang
hendak dicapai. Dijelaskan menurutnya ada enam tujuan yang hendak dicapai
melalui pendidikan, antara lain:
1. Menyiapkan seseorang dari
segi keagamaan, yaitu dengan mengajarkan syair-syair agama menurut al-Qur’an
dan Hadits Nabi sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat, sebagaimana
dengan potensi-potensi lain yang jika kita mendarah daging, maka ia seakan-akan
menjadi fithrah.
2. Menyiapkan seseorang dari
segi akhlak. Hal ini sesuai pula dengan apa yang dikatakan Muhammad AR., bahwa
hakekat pendidikan menurut Islam sesungguhnya adalah menumbuhkan dan membentuk
kepribadian manusia yang sempurna melalui budi luhur dan akhlak mulia.
3. Menyiapkan seseorang dari
segi kemasyarakatan atau sosial.
4. Menyiapkan seseorang dari
segi vokasional atau pekerjaan. Ditegaskannya tentang pentingnya pekerjaan
sepanjang umur manusia, sedang pengajaran atau pendidikan menurutnya termasuk
di antara ketrampilan-ketrampilan itu.
5. Menyiapkan seseorang dari
segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai
pekerjaan atau ketrampilan tertentu.
6. Menyiapkan seseorang dari
segi kesenian, di sini termasuk musik, syair, khat, seni bina dan lain-lain.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan bukan hanya
bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan
keahlian. Dia telah memberikan porsi yang sama antara apa yang akan dicapai
dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk
memperoleh rizki. Maka atas dasar itulah Ibnu Khaldun beranggapan bahwa target
pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja,
karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan
kematangan individu. Karena kematangan berfikir adalah alat kemajuan ilmu
industri dan sistem sosial.
Dari rumusan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun
menganut prinsip keseimbangan. Dia ingin anak didik mencapai kebahagiaan
duniawi dan sekaligus ukhrowinya kelak. Berangkat dari pengamatan terhadap
rumusan tujuan pendidikan yang ingin dicapai Ibnu Khaldun, secara jelas kita
dapat melihat bahwa ciri khas pendidikan Islam yaitu sifat moral religius
nampak jelas dalam tujuan pendidikannya, dengan tanpa mengabaikan
masalah-masalah duniawi. Sehingga secara umum dapat kita katakan bahwa pendapat
Ibnu Khaldun tentang pendidikan telah sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan
Islam yakni aspirasi yang bernafaskan agama dan moral.
2. Pandangan Ibnu Khaldun
mengenai Kurikulum dan Materi Pendidikan
Sebelum membahas pandangan Ibnu
Khaldun tentang kurikulum perlu kiranya diberikan pengertian kurikulum pada
zamannya, karena kurikulum pada zamannya tentu saja berbeda dengan kurikulum
masa kini yang telah memiliki pengertian yang lebih luas. Pengertian kurikulum
pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan
yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang
terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji
oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.
Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah
mencakup konsep yang lebih luas yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok
yaitu: Tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan,
maklumat-maklumat, data kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana
terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid,
ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil
proses pendidikan. Dalam pembahasannya mengenai kurikulum Ibnu Khaldun
mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu
kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat
dan Timur. Ia mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di
Maghrib, bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran mereka
pada mempelajari al-Qur’an dari berbagai segi kandungannya. Sedangkan
orang-orang Andalusia, mereka menjadikan al-Qur’an sebagai dasar dalam
pengajarannya, karena al-Qur’an merupakan sumber Islam dan sumber semua ilmu
pengetahuan. Sehingga mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada
mempelajari al-Qur’an saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran
lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan
hafalan-hafalan lain. Demikian pula dengan orang-orang Ifrikiya, mereka mengkombinasikan
pengajaran al-Qur’an dengan hadits dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan
tertentu.
Adapun metode yang dipakai orang Timur seperti
pengakuan Ibnu Khaldun, sejauh yang ia ketahui bahwa orang-orang Timur memiliki
jenis kurikulum campuran antara pengajaran al-Qur’an dan kaidah-kaidah dasar
ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menganjurkan agar pada anak-anak
seyogyanya terlebih dahulu diajarkan bahasa Arab sebelum ilmu-ilmu yang lain,
karena bahasa adalah merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu pengetahuan,
sehingga menurutnya mengajarkan al-Qur’an mendahului pengajarannya terhadap
bahasa Arab akan mengkaburkan pemahaman anak terhadap al-Qur’an itu sendiri,
karena anak akan membaca apa yang tidak dimengertinya dan hal ini menurutnya tidak
ada gunanya.
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan,
karena materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka
dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang
banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:
1. Ilmu-ilmu tradisional
(Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an
dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang
permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada
otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.
Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah
itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu
fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.
2. Ilmu-ilmu filsafat atau
rasional (Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang
diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua
anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat
manusia di dunia. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi
menjadi empat macam ilmu yaitu: a. Ilmu logika, b. Ilmu fisika, c. Ilmu
metafisika dan d. Ilmu matematika. Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan
tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan
ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya.
Setelah mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun
membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam,
yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas
mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:
1. Ilmu agama (syari’at), yang
terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
2. Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri
dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
3. Ilmu alat yang membantu
mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu
hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
4. Ilmu alat yang membantu
mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.
Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang
pertama itu adalah merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah
dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu
alat) adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan
pertama.
Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi
ilmu pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at (agama) dan
ilmu ‘Aqliyah (filsafat). Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang
pertama, hal itu ditinjau dari segi kegunaannya bagi anak didik, karena
membantunya untuk hidup dengan seimbang namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah
(filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama. Menurut Ibnu Khaldun
ilmu-ilmu pengetahuan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar
banyak tergantung pada para pendidik, bagaimana dan sejauh mana mereka pandai
mempergunakan berbagai metode yang tepat dan baik.
3. Pandangan Ibnu Khaldun
tentang Metode Pendidikan
Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran
merupakan bagian dari pembahasan pada buku Muqaddimahnya. Sebagaimana kita
ketahui dalam sejarah pendidikan Islam dapat kita simak bahwa dalam berbagai
kondisi dan situasi yang berbeda, telah diterapkan metode pengajaran. Dan
metode yang dipergunakan bukan hanya metode mengajar bagi pendidik, melainkan
juga metode belajar yang harus digunakan oleh anak didik. Hal ini sebagaimana
telah dibahas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya.
Di dalam buku Muqaddimahnya dia telah
mencanangkan langkah-langkah pendidikan sebagai berikut:
Pertama: Didalam memberikan pengetahuan kepada
anak didik, pendidik hendaknya memberikan problem-problem pokok yang bersifat
umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.
Kedua: Setelah pendidik memberikan
problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya
secara lebih detail dan terperinci.
Ketiga: Pada langkah ketiga ini pendidik
menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan
menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar
anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna. Demikian itu metode umum yang
ditawarkan Ibnu Khaldun di dalam proses belajar mengajar.
Disamping itu Ibnu Khaldun juga menyebutkan
keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat
dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara,
disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan
kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif.
Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak
didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar. Disamping metode yang
sudah disebut di atas Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena
dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran
akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan
berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di
luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena
menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak,
dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping
dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang
dipelajarinya. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang berbagai masalah yang
berkaitan dengan pendidikan. Dan apabila kita cermati satu demi satu
pandangannya tentang kurikulum materi dan metode pendidikan, maka dapat kita
tarik suatu kesimpulan bahwa ilmuan yang diakui Barat dan Timur ini
memang memiliki pandangan yang jauh ke depan dalam berbagai masalah pengetahuan,
berfikir universal dan sintetik, sehingga filsafatnya tentang pendidikan tidak
pernah dirasanya usang bahkan banyak diteladani baik kawan maupun lawan.
METODE MENGAJAR MENURUT IBNU KHALDUN
Mengajar erat kaitannya dengan metode, kaitan tersebut
berhubungan dengan cara menyampaikan pelajaran atau materi pada saat seorang
guru mengajar. Guru yang mengajartanpa mengunakan metode maka hasil dari
pembelajaran diragukan keberhasilannya. Maka metode berakitanatau menentukan
hasil sebuah pembelajaran. Ibnu Khaldun sebagai seorang pemikir pendidikan
memberi perhatian yang cukup besar terhadap keberlangsungan dan kualitas
pembelajaran.
Ibnu Khaldun menganjurkan kepada para guru/ pendidik
dalam pembelajaran sebagai berikut:
1. menganjurkan kepada para pendidik mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada peserta didik dengan metode yang baik dan mengetahui manfaat
yang digunakannya.
2. tidak mengajardengan sikap yang kasar dan kata-kata
kotor/kata-kata tidak pantasa/makian.
3. pendidik hendaknya bersikap sopan dan bijak terhadap
muridnya.
Ibnu
Khaldun menyatakan pendidik hendaknya memiliki sifat-sifat yang baik, seperti
sifat lemah lembut, menjadi uswatun hasanah, memperhatikan keragaman anak
didiknya, mengisi waktu luang dengan perbuatan yang bermanfaat, selalu
meningkatkan profesionalitas dan wawasan yang luas.
Kutipan
di atas makin memperkuat anggapan bahwa Ibnu Khaldun adalah ahli dalam
pendidikan. Alasan ini berdasarkan pemahaman dari pemikiran Ibnu Khaldun yang
berhubungan dengan karakteristik seorang pendidik. Dalam pembelajaran guru
hendaknya tidak memberikan materi yang sulit terlebih dahulu dari ilmu yang
dipelajari peserta didik. Apapun dalih dan alasannya hal tersebut tidak memberi
manfaat bagi siswa. Mungkin dengan alasan agar siswa memeras otak dan
memecahkan masalah-masalah itu. Menurut Ibnu Khaldun memberi pelajaran awal
dengan sesuatu yang sulit akan menjadikan siswa bingung.
Dari
kutipan di atas menggambarkan ketajaman dan kedalaman Ibnu Khaldun terhadap
perkembangan anak didik. Anak didik tidak akan mampu menerima hal-hala yang
sulit selama belum ada latihan dan dasar ilmu yang mendukung. Tetapi apabila
anak didik sudah dilatih dan diberi konsep ilmu tersebut secara terus menerus
dan terlatih maka pelajaran yang sulit bukan merupakan hambatan bagi peserta
didik, di sisi lain, siswa tidak akan bosan.
Demikian
juga dalam mengajarkan ilmu kepada siswa hendaknya dilakukan dengan
berangsur-angsur. Ibu Khaldun mengatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah
pengajaran yang diberikan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit,
selangkah demi selangkah.
Ibnu
Khaldun meyakini bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
dilakukan bertahap-tahap, perlahan-lahan, langkah demi langkah. Dengan adanya
pentahapan akan memberi kesempatan kepada otak anak didik untuk berfikir dan
menyimpan informasi yang mereka peroleh dari pendidiknya, di sisi lain, dalam
otak siswa akan terjalin semacam endapan memori pengetahuan yang tersusun
secara teratur, dan pada akhirnya akan membentuk suatu pengetahuan yang utuh.
Keutuhan pengetahuan tersebut di dapatkan siswa dari pembelajaran yang bertahap
dan berangsur-angsur yang diterimanya. Ilmu pengetahuan yang berangsur-angsur
tersebut membentuk sebuah kerangka bangunan yang utuh, yang pada akhirnya
menjadi bangunan ilmu yang lengkap.
Menurut
Ibnu Khaldun dalam pembelajaran ada hal penting yang perlu menjadi perhatian
guru yaitu:
1. guru hendaknya mengajarkan hal-hal pokokpada setiap
cabang pembahasan yang dipelajarinya.
2. keternagan-keterangan yang diberikan hendaknya
bersifat umum dan menyeluruh.
3. guru hendaknya memperhatikan kemampuan akal siswa.
4. guru hendaknya memperhatikan kesiapan siswa dalam
memahami pelajaran yang diberikan.
5. apabila siswa sudah memahami pelajaran pokok dan cabang-cabangnya,
guru hendaknya melanjutkan pengajaran kepada tingkat yang lebih tinggi.
6. guru hendaknya tidak merasa puas dengan pembahasan
yang bersifat umum.
7. setelah cara pembahasan bersifat umum dianggap sukses
guru hendaknya memperluas pembahasan lebih dalam dan membahas segi-segi yang
menjadi pertentangan dan pandangan-pandangan yang berbeda terhadap
persoalan-persoalan yang dibahas hingga tuntas dan menyeluruh, sehingga
keahlian siswa dapat tercapai sempurna.
Kutipan di atas, memberi gambaran bahwa pendidik
diharapkan mengetahui psikologi pembelajaran dan psikologi perkembangan anak.
Pengetahuan dan pemahaman terhadap psikologi perkembangan anak dan psikologi
pembelajaran menjadi sebuah kewajiban dan keharusan bagi para pendidik. Hal ini
berdasarkan anggapan bahwa guru tidak dapat mendidik, mengajar, serta
menerapkan metode yang tepat tanpa bantuan pengetahuan pendukung yaitu
psikologi pengajaran dan psikologi perkembangan anak.
Menurut
Ibnu Khaldun mendidik anak dengan kekerasan akan membahayakan anak didik,
hal-hal yang membahayakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. kekerasan akan disimpan/ diambil oleh siswa menjadi
sebuah kepribadiannya.
2. mencegah perkembangan anak didik.
3. kekerasan akan menimbulkan kemalasan, kecurangan,
penipuan dan kelicikan.
4. siswa menjadi penakut.
5. kepribadian siswa menjadi terpecah/tidak satunya kata
dan perbuatan.
6. mengajar dengan kekerasan akan menjadsi rujukan kepribadian
anak, anak akan mengambil sikap keras tersebutsebgai bagian dari kepribadiannya
yang permanen.
7. pembelajaran dengan kekerasan akan merusak sifat
kemanusiaan dan sikap perwira.
8. siswa yang terbiasa dididik dengan kekerasan akan
malas membentuk dirinya dengan sifat keutamaan dan keluhuran moral.
9. siswa akan cenderung rendah diri atau tidak pecaya
diri.
10. siswa cenderung berakhlak buruk.
Kekerasan
dalam dunia pendidikan berakibat fatal bagi peserta didik, pemahaman ini
berdasarkan pendapat Ibnu Khaldun di atas. Tidak dapat dipungkiri peserta didik
adalah manusia merdeka, manusia membutuhkan kasih sayang, peserta didik adalah
manusia dan ingin dianggap dan diperlakukan selayaknya manusia. Pembelajaran
dengan kekerasan hanya akan meninggalkan jiwa-jiwa yang terjajah, jiwa-jiwa
yang memendam dendam dan bara perlawanan. Mungkin suatu saat nanti jiwa-jiwa
yang terjajah tersebut juga kan menjajah orang lain yang dianggapnya lemah dan
berada di bawah kekussaannya.
Pembelajaran dengan kekerasan hendaknya dihapuskan dalam
dunia pendidikan. Penghapusan kekerasan dalam pendidikan hendaknya menjadi
bagian dari keinginan untuk memajukan pendidikan,peningkatkan akhlak dan moral
anak didik.
[1] Kasmuri Selamat, Timbangan Emas Buat Menimbang
Gunung; Pandangan Ibn Khaldun terhadap Filsafat Ketuhanan,( Jakarta; Kalam
Mulia, 2007), h. 121
[2] Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh
Pendidikan Islam,(Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 19
[3] Ibid.,
h. 134
[4]
Ramayulis dan Samsul Nizar, op.cit., h. 20. Lihat juga Kasmuri Selamat, op.cit.,
h.128
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.h.54
No comments:
Post a Comment