Epistemology adalah bagaimana mengetahui pengetahuan. Islam menganjurkan
bahkan mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, Nabi Muhammad Saw mengatakan
bahwa menuntut ilmu adalah wajib bagi
muslim dan muslimat. Dalam hadisnya yang lain Nabi Muhammad mengatakan bahwa
menuntut ilmu itu dari ayunan sampai liang kubur. Dari perkataan Nabi Muhammad
tadi dapat dipahami bahwa menuntut ilmu sangat penting bagi manusia. Dalam
Al-Quran dinyatakan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang yakin dan
berilmu,” Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.[1]
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa menuntut ilmu penting bagi manusia, karena dapat
meningkatkan derajat manusia di sisi Allah Swt dan di sisi manusia.
Dalam
hadis yang lain Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa kalau manusia ingin bahagia
di dunia maka harus dengan ilmu, kemudian siapa yang ingin bahagia di akherat harus dengan ilmu,
selanjutnya kalau manusia ingin bahagia dunia dan akherat maka dengan ilmu.
Dari pernyataan tersebut dapat dipahami
bahwa ilm,u akan mendukung manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat.
Kebahagiaan hakiki akibat ilmu ditentukan bvenar tidaknya manusia dalam mencari
kebenaran.
Kebenaran tersebut bermula ketika manusia
mampu membaca-tanda-tanda kekuasaan Allah. Di antara sarana untuk mengenal
kebenaran adalah dengan membaca dan menulis. Membaca dan menulis yang
didasarkan kepada wahyu Allah/Al-Quran.dengan membaca manusia akan mempunyai
ilmu pengetahuan. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[2] Ayat tersebut menganjurkan kepada manusia
untuk banyak membaca, apakah membaca yang tersurat maupun membaca yang
tersirat. Tujuan dari pembacaan terhadap tanda-tanda/ayat-ayat Allah yang
tersurat maupun yang tersirat bertujuan agar manusia mendapatkan kebenaran,
mendapatkan ilmu pengetahuan. Ketika manusia mendapatkan pengetahuan maka
manusia akan mendapatkan kemuliaan, garansi kemuliaan ini hanya bagi manusia
yang yakin kepada Allah dan yang sekaligus mempunyai ilmu.
Al-Quran menyatakan bahwa tidak sama
antara orang yang berilmu pengetahuan dengan yang tidak berilmu pengetahuan,”
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.[3] Dalam ayat tersebut juga dinyatakan bahwa
hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Artinya adalah
manusia yang berakal akan mendapatkan pelajaran dan ilmu pengetahuan. Bahkan
hanya orang yang berakallah yang dapat memahami ayat-ayat Allah.
Dalam ayat lain Allah menyatakan, Dan
perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu.[4] Dengan demikian orang yang berilmu
akan mendapatkan pemahaman dari ayat-ayat Allah. Pemahaman orang-orang berilmu akan menghasilkan
kebenaran. Dan kebenaran yang paling dapat dipercaya adalah kebenaran wahyu
Allah.
Islam memandang ilmu bukan terbatas pada
eksperimental, tetapi lebih dari itu ilmu dalam pandangan Islam mengacu kepada
aspek sebagai berikut pertama, metafisika yang dibawa oleh wahyu yang
mengungkap realitas yang Agung, menjawab pertanyaan abadi, yaitu dari mana,
kemana dan bagimana. Dengan menjawab pertanyaan tersebut manusia akan
mengetahui landasan berpijak dan memahami akan Tuhannya. Kedua, aspek humaniora
dan studi studi yang berkaitannya yang meliputi pembahasan mengenai kehidupan
manusia, hubungannya dengan dimensi ruang dan waktu, psikologi, sosiologi,
ekonomi dan lain sebagainya. Ketiga aspek material, yang termasuk dalam aspek
ini adalah alam raya, ilmu yang dibangun berdasarkan observasi, eksperimen, seperti
dengan uji coba di laboratorium.[5]
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa
Islam tidak hanya menggunakan rasionalitas, empirisme saja dalam menemukan
kebenaran, tetapi Islam menghargai dan menggunakan wahyu dan intuisi, ilham
dalam mencari kebenaran. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak
menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana
seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka
aku, Mengapa Aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu Aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara
orang-orang yang menyesal.[6]
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa
untuk mendapatkan ilmu yang benar dapat muncul dari contoh-contoh danfenomena
alam yang sengaja Allah ciptakan agar manusia memperhatikan dan mengambil
pelajaran. Bahkan dalam Al-Quran
dinyatakan bahwa akal saja tidak akan mampu mengambil kebenaran dari
ayat-ayat Allah, untuk mencari kebenaran menurut Al-quran tidak dapat
mengandalkan akal sebagi satu-satunya jalan untuk memperoleh kebenaran.
Al-Quran menyatakan semau tanda-tanda /ayat-ayat Allah tidak ada gunanya
keculai bagi mereka yang beriman. Dalam ayat lain Allah memberi dorongan kepada
manusia untuk menggunakan inderanya agar mendapatkan pengetahuan dan kebenaran.
Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah
olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti)
gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan
kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.[7]
[1] QS. Surat Al-Mujadalah :11
[2] QS. . Al-Alaq:1-5
[3] QS. Az-Zumar:9
[4] QS. Al-Ankabut:43
[5] M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektip
Pemikiran Islam,(Jakarta: Lintas Pustaka: 2006), h. 53
[6] QS. Al-Maidah:31
[7] QS. An-Nur:43
No comments:
Post a Comment