17 July 2020

Aplikasi Pendekatan Kontektual di Sekolah



 ”The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social, and cultural circum- stances. To achieve this aims, the system encompasses the following eight com- ponents: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated leraning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment.(”Johnson (2002)

 Menurut Slamet ada enam pentahapan dalam pembelajaran kontektual di tingkat sekolah yaitu: pertama, mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa yaitu dengan memilah-milah materi yang tekstual dan materi yang dapat diakitkan dengan hal-hal aktual. Kedua, mengkaji konteks kehidupan siswa sehari-hari secara cermat sebagai salah satu upaya untuk memahami konteks kehidupan siswa sehari-hari. Ketiga,

memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan kontek kehidupan siswa. Keempat, menyusun persiapan proses belajar dan mengajar yang telah memasukkan konteks ke dalam materi yang akan diajarkan. Kelima, melaksanakan proses belajar mengajar kontektual yaitu mendorong siswa untuk selalu mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Keenam, melakukan penilaian otentik terhadap apa yang telah dipelajari oleh siswa. Hasilnya dapat digunakan sebagai  masukan, perbaikan / penyempurnaan persiapan dan pelaksanaan proses belajar dan mengajar yang akan datang.

Perlu juga disadari bahwa pelaksanaan pendekatan kontektual tidak sama untuk tiap sekolah, namun yang pasti guru dituntut aktif menginternalisasikan, menghayati, memahami, konteks actual dalam proses belajar mengajar. Jadi tidak ada satu resep atau seragam dalam, pelaksanaan  pembelajaran kontektual, tetapi pendekatankontektual cenderung mengakomodasi kemajemukan dan perbedaan sesuai kekhususan yang ada pada siswa tersebut.

Dalam mendukung pendekatan kontektual guru dituntut untuk banyak membaca dan mencermati masalah aktual di masyarakat, di sisi lain, guru juga terus berusaha mengenali siswanya, baik dari segi budaya, keluarga, social, adat dan pekerjaan dan lingkungan di mana siswa tinggal, dengan siapa ia bergaul.

Hal ini, perlu dilakukan agar guru mampu menginternalisasikan bahan pelajaran dan proses pembelajaran dengan konteks yang actual dan dekat dengan kehidupan keseharian siswa. Chaedar Alwasilah mengatakan setidaknya ada tujuh  strategi yang perlu diperhatikan dalam pendekatan kontektual, yaitu: pengajaran berbasis problem, menggunakan konteks beragam, mempertimbangkan kebhinekaan siswa, memberdayakan siswa untuk belajar sendiri, belajar melalui kolaborasi, menggunakan penilaian autentik, mengejar standar tinggi. Dari pendapat itu dapat dikembangkan sebagai berikut:

Pertama, pengajaran hendaknya berbasis permasalahan, merancang pembelajaran bersifat problem solving, sehingga siswa tertantang untuk memecahkan problem tersebut, siswa diajak untuk berfikir kritis, pemecahan ini akan mengajak siswa masuk ke dunianya sendiri, ia menyelami makna dan pengalaman yang iia lakukan sendiri.

Kedua, menggunakan konteks bermacam-macam dan bervariasi. Makna jangan dibatasi pada satu sisi, atau satu titik pandang saja, sebab makna dapat dipandang dari berbagai sisi. Adanya cara pandang yang beragam akan menambah khazanah pemikiran siswa makin kaya dan beragam.

Ketiga, menyadari keragaman yang ada pada siswa. Adanya berbagai keragaman dan perbedaan hendaknya menjadi rahmat yang akan mendukung terjadinya pembelajaran yang mengkayakan imajinasi, daya kreatif dan daya kritis siswa.

Adanya berbagai perbedaan karakter, social, budaya dan keluarga hendaknya menjadi sumber berbagai inspirasi untuk menginternalisasikan materi pelajaran ke dalam kehidupan siswa. Memang perbedaan adalah rahmat, hal ini juga telah diinformasikan oleh Nabi Saw, bahwa,”Perbedaan di antara umatku adalah rahmat”(Hadis).

keempat memanfaatkan kemampuan siswa untuk belajar sendiri, siswa diajarkan untuk mandiri, siswa diajar untuk aktif bukan pasif, siswa dilatih untuk menganalisis berbagai fakta informasi dengan daya imajinasi dan daya kritisnya.

Kelima, hendaknya siswa diajarkan bagaimana belajar dengan orang lain, siswa diberi dorongan dan wacana bagaimana ia sedfapat mungkin mampu bekerja sama den gan orang lain, dengan teman kelasnya, tujuannya adalah agar adanya saling membantu dan mengisi kekosongan kiemampuan di atara kelompok yang sedang kerjasama sehingga siswa yang dianggap mampu secara intelektual diharapkan dapat menjadi pemicu aktivitas dan keaktivan dalam kelompoknya, ia juga dapat dijadikan fasilitator dalam kelompoknya.

Imam Ali mengatakan,”Bertemanlah dengan para ahli hikmah, duduklah,bergaulah dengan para ulama, berpalinglah dari dunia niscaya kamu akan mendapat trempat di surga.” Intinya adalah berteman dengan yang ahli akan menambah kebahagiaan, menambah kemauan untuk menuju kualitas seperti surga, sebuah tempat yang maha indah. Demikian juga jika dalam kerjasama ada satu siswa yang mumpuni secara intelektual, maka temannya yang lain yang agak klurang akan terimbas menjadi seorang yang beruntung secara inteletual dan pengalaman, Ali bin abi Thalib mengibaratkan orang bodoh yang mau bergaul dengan orang pandai akan mendapat sorga. Sorga yang bukan sorga di akherat tetapi sebuah petualangan iintelektual yang penuh dengan keindahan kebahagiaan dan ketentraman, kreatif semangat dan enerjik.

Keenam, menggunakan penialain autentik. Dalam hal ini penilaian diberikan kepad prosesnya bukan hanya pada hasil darinya saja, hal ini akan terasa adil sebab tidak semua siswa sama dalam belajar, berproses. Untuk itu, adanya penilaian autentik akan mempermudah seorang guru mencari dan mengambil data untuk mengamati perkembangan belajar siswa. Nah untuk mengambil penilaian autentik guru dituntut untuk mengambil bermacam sumber belajar, seprti Koran, majalah, radio televise, website, dan lain sebagainya dalam arti guru tidak terpaku pada buku paket saja.”Tidakalah Engkau menciptakan semua ini untuk sesuatu yang sia-sia,”(QS. Ali Imran:191).

Ketujuh berusaha terus meningkatkan kualitas untuk menuju standar tinggi. Guru hendaknya tidak bosan untuk memberi semangat kepada siswa untuk terus meningkatkan kemampuan, Imam Ali mengatakan,”Yang mau menyempurnakan kekurangannya berarti memperbaiki dirinya,”sehingga diharapakan nantinya ia akan mampu mencapai puncak kualitas dan standar yang tinggi, biarlah pahit kita katakan kalau nantinya hasilnya manis. Muhammad Saw mengatakan, “Katakanlah kebenaran walaupun terasa pahit,”(HR. Bukhari). Standar tinggi hendaknya dicapai dengan kerja keras berkelanjutan dan terus berusaha memaksimalkan berbagai fasilitas dan sumber daya yang di sekolah. Perbaikan dan penyempurnaan terhadap berbagai kekurangan akan memacu satndar ketercapaian, sehingga keberhasilan bukan lagi sekedar kemenangan dan kesusksesan semu.

Keberhasilan sebuah pendidikan tidak hanya dilihat dari hasil, hasil belum tentu menunjukkan keunggulan dan kebaikan dari suatu pendidikan, bisa jadi anak yang memperoleh nilai tinggi ia dapatkan dari menyontek, atau ia dapatkan dari kolusi dengan temannya yang lain. Ada juga anak yang memperoleh hasil ujian sangat bagus, tetapi hasil itu bukan dari kemampuannya sendiri, namun nilai tinggi itu ia dapatkan dari pertolongan orang lain. Misalnya dalam ujian nasional (UN) anak yang kesehariannya dianggap cukup intelektualnya, kasarnya kurang pandai, karena gurunya merasa perlu untuk menolong siswanya maka sang guru menolong siswanya agar dapat menjawab soal ujian nasional. Maka tidak heran jika ada siswa yang dalam keseharian belajarnya biasa-biasa saja tetapi dalam ujian akhir lebih tinggi dari siswa yang kita anggap mampu dari segi intelektual.

Dalam pandangan agama proses menentukan hasil, sebagai contoh roti dalam pandangan hokum makanan dalam Islam adalah halal, durian, mangga, apel adalah buah-buahan halal dikonsumsi, tetapi apabila roti atau buah-buahan itu didapat dari mencuri maka meskipun hokum Islam memandangnya sesuatu yang halal, tetapi proses mendapatkannya dari hasil curian maka roti dan apel itu dianggap haram.

Hal ini, memberi kita pelajaran bahwa menentukan baiknya sesuatu itu bukan hanya dilihat dari hasil tetapi juga proses, ini artinya perbuatan itu dinilai mulai dari prosesnya, kalau prosesnya baik maka diharapkan hasilnya juga baik. Demikian juga dalam pendidikan, siswa tidak dapat dikarbit seperti memeram buah mangga, siswa tidak dapat dipaksa untuk matang dan pandai secara mendadak, tetapi semua itu memerlukan proses, nah dalam pendekatan kontektual proses dalam belajar sangat menentukan, dikatakan menentukan karena dari proses inilah guru dapat mengamati tahap-demi tahap perkembangan siswanya. Hal ini memberi kita pelajaran bahwa proses belajar dan  mendidik siswa  membutuhkan waktu.

Dalam  pendekatan kontektual proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan perhatian dari para guru. Perhatian  ini diperlukan untuk mengetahui perkembangan siswa, yang gunanya untuk memberi perhatian dan perbaikan belajar siswa, di sisi lain guru dapat memberi perhatian kepada siswa sesuai dengan kebutuhannya, sesuai dengan keragaman siswa. Cara pendekatan kontektual  dalam kelas cukup mudah secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut: pertama, memancing dan mengembangkan sifat ingin tahu, sifat penasaran kepada siswa sehingga memancingnya untuk mengetahui dan bertanya. Kedua, menerapkan pengajaran yang berbasis inkuiri. Pembelajaran inkuiri dapat diterapkan pada semua topic dalam pembelajaran. Ketiga, menghadirkan model untuk contoh dalam pembelajaran. Keempat, melakukan penilaian yang sesungguhnya dengan bermacam cara, agar penilaian mencapai sasartan dan hasil yang tepat. Kelima, mengembangkan pola piker bermakna, serta mengarahkan siswa agar belajar mandiri, menemukan dan membangun pengetahuan dan ketrampilannya sendiri. Keenam, melakukan refleksi pada akhir pembelajaran atau akhir pertemuan. Ketujuh, mengembangkan cara belajar kelompok, agar tercipta suasana belajar bersama.

Langkah  tersebut merupakan langkah aplikasi dalam proses pembelajaran berbasis kontektual, juga merupakan rangkaian dalam pendekatan kontektual, dengan mengaplikasikan ketujuh komonen tersebut pendekatan kontektual di sekolah dapat diwujudkan. Allahu Alam.

No comments: