”The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social, and cultural circum- stances. To achieve this aims, the system encompasses the following eight com- ponents: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated leraning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment.(”Johnson (2002)
Menurut Slamet ada enam pentahapan dalam pembelajaran kontektual di tingkat sekolah yaitu: pertama, mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa yaitu dengan memilah-milah materi yang tekstual dan materi yang dapat diakitkan dengan hal-hal aktual. Kedua, mengkaji konteks kehidupan siswa sehari-hari secara cermat sebagai salah satu upaya untuk memahami konteks kehidupan siswa sehari-hari. Ketiga,
memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan kontek kehidupan siswa. Keempat, menyusun persiapan proses belajar dan mengajar yang telah memasukkan konteks ke dalam materi yang akan diajarkan. Kelima, melaksanakan proses belajar mengajar kontektual yaitu mendorong siswa untuk selalu mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Keenam, melakukan penilaian otentik terhadap apa yang telah dipelajari oleh siswa. Hasilnya dapat digunakan sebagai masukan, perbaikan / penyempurnaan persiapan dan pelaksanaan proses belajar dan mengajar yang akan datang.Perlu juga
disadari bahwa pelaksanaan pendekatan kontektual tidak sama untuk tiap sekolah,
namun yang pasti guru dituntut aktif menginternalisasikan, menghayati,
memahami, konteks actual dalam proses belajar mengajar. Jadi tidak ada satu
resep atau seragam dalam, pelaksanaan
pembelajaran kontektual, tetapi pendekatankontektual cenderung
mengakomodasi kemajemukan dan perbedaan sesuai kekhususan yang ada pada siswa
tersebut.
Dalam mendukung
pendekatan kontektual guru dituntut untuk banyak membaca dan mencermati masalah
aktual di masyarakat, di sisi lain, guru juga terus berusaha mengenali
siswanya, baik dari segi budaya, keluarga, social, adat dan pekerjaan dan
lingkungan di mana siswa tinggal, dengan siapa ia bergaul.
Hal ini, perlu
dilakukan agar guru mampu menginternalisasikan bahan pelajaran dan proses
pembelajaran dengan konteks yang actual dan dekat dengan kehidupan keseharian
siswa. Chaedar Alwasilah mengatakan setidaknya ada tujuh strategi yang perlu diperhatikan dalam
pendekatan kontektual, yaitu: pengajaran berbasis problem, menggunakan konteks
beragam, mempertimbangkan kebhinekaan siswa, memberdayakan siswa untuk belajar
sendiri, belajar melalui kolaborasi, menggunakan penilaian autentik, mengejar
standar tinggi. Dari pendapat itu dapat dikembangkan sebagai berikut:
Pertama,
pengajaran hendaknya berbasis permasalahan, merancang pembelajaran bersifat
problem solving, sehingga siswa tertantang untuk memecahkan problem tersebut,
siswa diajak untuk berfikir kritis, pemecahan ini akan mengajak siswa masuk ke
dunianya sendiri, ia menyelami makna dan pengalaman yang iia lakukan sendiri.
Kedua,
menggunakan konteks bermacam-macam dan bervariasi. Makna jangan dibatasi pada
satu sisi, atau satu titik pandang saja, sebab makna dapat dipandang dari
berbagai sisi. Adanya cara pandang yang beragam akan menambah khazanah
pemikiran siswa makin kaya dan beragam.
Ketiga, menyadari keragaman yang ada pada siswa. Adanya
berbagai keragaman dan perbedaan hendaknya menjadi rahmat yang akan mendukung
terjadinya pembelajaran yang mengkayakan imajinasi, daya kreatif dan daya
kritis siswa.
Adanya berbagai perbedaan karakter, social, budaya dan
keluarga hendaknya menjadi sumber berbagai inspirasi untuk menginternalisasikan
materi pelajaran ke dalam kehidupan siswa. Memang perbedaan adalah rahmat, hal
ini juga telah diinformasikan oleh Nabi Saw, bahwa,”Perbedaan di antara umatku
adalah rahmat”(Hadis).
keempat memanfaatkan kemampuan siswa untuk belajar
sendiri, siswa diajarkan untuk mandiri, siswa diajar untuk aktif bukan pasif,
siswa dilatih untuk menganalisis berbagai fakta informasi dengan daya imajinasi
dan daya kritisnya.
Kelima, hendaknya siswa diajarkan bagaimana belajar
dengan orang lain, siswa diberi dorongan dan wacana bagaimana ia sedfapat
mungkin mampu bekerja sama den gan orang lain, dengan teman kelasnya, tujuannya
adalah agar adanya saling membantu dan mengisi kekosongan kiemampuan di atara
kelompok yang sedang kerjasama sehingga siswa yang dianggap mampu secara intelektual
diharapkan dapat menjadi pemicu aktivitas dan keaktivan dalam kelompoknya, ia
juga dapat dijadikan fasilitator dalam kelompoknya.
Imam Ali mengatakan,”Bertemanlah dengan para ahli hikmah,
duduklah,bergaulah dengan para ulama, berpalinglah dari dunia niscaya kamu akan
mendapat trempat di surga.” Intinya adalah berteman dengan yang ahli akan
menambah kebahagiaan, menambah kemauan untuk menuju kualitas seperti surga,
sebuah tempat yang maha indah. Demikian juga jika dalam kerjasama ada satu
siswa yang mumpuni secara intelektual, maka temannya yang lain yang agak
klurang akan terimbas menjadi seorang yang beruntung secara inteletual dan
pengalaman, Ali bin abi Thalib mengibaratkan orang bodoh yang mau bergaul
dengan orang pandai akan mendapat sorga. Sorga yang bukan sorga di akherat
tetapi sebuah petualangan iintelektual yang penuh dengan keindahan kebahagiaan
dan ketentraman, kreatif semangat dan enerjik.
Keenam, menggunakan penialain autentik. Dalam hal ini
penilaian diberikan kepad prosesnya bukan hanya pada hasil darinya saja, hal
ini akan terasa adil sebab tidak semua siswa sama dalam belajar, berproses.
Untuk itu, adanya penilaian autentik akan mempermudah seorang guru mencari dan
mengambil data untuk mengamati perkembangan belajar siswa. Nah untuk mengambil
penilaian autentik guru dituntut untuk mengambil bermacam sumber belajar,
seprti Koran, majalah, radio televise, website, dan lain sebagainya dalam arti
guru tidak terpaku pada buku paket saja.”Tidakalah Engkau menciptakan semua ini
untuk sesuatu yang sia-sia,”(QS. Ali Imran:191).
Ketujuh berusaha terus meningkatkan kualitas untuk menuju
standar tinggi. Guru hendaknya tidak bosan untuk memberi semangat kepada siswa
untuk terus meningkatkan kemampuan, Imam Ali mengatakan,”Yang mau
menyempurnakan kekurangannya berarti memperbaiki dirinya,”sehingga diharapakan
nantinya ia akan mampu mencapai puncak kualitas dan standar yang tinggi,
biarlah pahit kita katakan kalau nantinya hasilnya manis. Muhammad Saw
mengatakan, “Katakanlah kebenaran walaupun terasa pahit,”(HR. Bukhari). Standar
tinggi hendaknya dicapai dengan kerja keras berkelanjutan dan terus berusaha
memaksimalkan berbagai fasilitas dan sumber daya yang di sekolah. Perbaikan dan
penyempurnaan terhadap berbagai kekurangan akan memacu satndar ketercapaian,
sehingga keberhasilan bukan lagi sekedar kemenangan dan kesusksesan semu.
Keberhasilan sebuah pendidikan tidak hanya dilihat dari
hasil, hasil belum tentu menunjukkan keunggulan dan kebaikan dari suatu
pendidikan, bisa jadi anak yang memperoleh nilai tinggi ia dapatkan dari
menyontek, atau ia dapatkan dari kolusi dengan temannya yang lain. Ada juga
anak yang memperoleh hasil ujian sangat bagus, tetapi hasil itu bukan dari
kemampuannya sendiri, namun nilai tinggi itu ia dapatkan dari pertolongan orang
lain. Misalnya dalam ujian nasional (UN) anak yang kesehariannya dianggap cukup
intelektualnya, kasarnya kurang pandai, karena gurunya merasa perlu untuk
menolong siswanya maka sang guru menolong siswanya agar dapat menjawab soal
ujian nasional. Maka tidak heran jika ada siswa yang dalam keseharian
belajarnya biasa-biasa saja tetapi dalam ujian akhir lebih tinggi dari siswa
yang kita anggap mampu dari segi intelektual.
Dalam pandangan agama proses menentukan hasil, sebagai
contoh roti dalam pandangan hokum makanan dalam Islam adalah halal, durian,
mangga, apel adalah buah-buahan halal dikonsumsi, tetapi apabila roti atau
buah-buahan itu didapat dari mencuri maka meskipun hokum Islam memandangnya
sesuatu yang halal, tetapi proses mendapatkannya dari hasil curian maka roti
dan apel itu dianggap haram.
Hal ini, memberi kita pelajaran bahwa menentukan baiknya
sesuatu itu bukan hanya dilihat dari hasil tetapi juga proses, ini artinya
perbuatan itu dinilai mulai dari prosesnya, kalau prosesnya baik maka
diharapkan hasilnya juga baik. Demikian juga dalam pendidikan, siswa tidak
dapat dikarbit seperti memeram buah mangga, siswa tidak dapat dipaksa untuk
matang dan pandai secara mendadak, tetapi semua itu memerlukan proses, nah dalam
pendekatan kontektual proses dalam belajar sangat menentukan, dikatakan
menentukan karena dari proses inilah guru dapat mengamati tahap-demi tahap
perkembangan siswanya. Hal ini memberi kita pelajaran bahwa proses belajar
dan mendidik siswa membutuhkan waktu.
Dalam pendekatan
kontektual proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan perhatian dari para
guru. Perhatian ini diperlukan untuk
mengetahui perkembangan siswa, yang gunanya untuk memberi perhatian dan
perbaikan belajar siswa, di sisi lain guru dapat memberi perhatian kepada siswa
sesuai dengan kebutuhannya, sesuai dengan keragaman siswa. Cara pendekatan
kontektual dalam kelas cukup mudah
secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut: pertama, memancing dan
mengembangkan sifat ingin tahu, sifat penasaran kepada siswa sehingga memancingnya
untuk mengetahui dan bertanya. Kedua, menerapkan pengajaran yang berbasis
inkuiri. Pembelajaran inkuiri dapat diterapkan pada semua topic dalam
pembelajaran. Ketiga, menghadirkan model untuk contoh dalam pembelajaran.
Keempat, melakukan penilaian yang sesungguhnya dengan bermacam cara, agar
penilaian mencapai sasartan dan hasil yang tepat. Kelima, mengembangkan pola
piker bermakna, serta mengarahkan siswa agar belajar mandiri, menemukan dan
membangun pengetahuan dan ketrampilannya sendiri. Keenam, melakukan refleksi
pada akhir pembelajaran atau akhir pertemuan. Ketujuh, mengembangkan cara
belajar kelompok, agar tercipta suasana belajar bersama.
Langkah tersebut merupakan
langkah aplikasi dalam proses pembelajaran berbasis kontektual, juga merupakan
rangkaian dalam pendekatan kontektual, dengan mengaplikasikan ketujuh komonen
tersebut pendekatan kontektual di sekolah dapat diwujudkan. Allahu Alam.
No comments:
Post a Comment