22 July 2020

ISLAM PEDULI ASISTEN RUMAH TANGGA



 

            Kita  berduka atas  berbagai penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga, kekerasan demi kekerasan, kekejian dan kekejaman serta penyiksaan terhadap pembantu makin marak terjadi. Nasib para pembantu sangat menyedihkan dan memiriskan hati, maksud hati untuk memperbaiki nasib tetapi yang terjadi malah tersiksanya diri. Penyiksaan demi penyiksaan terus dialami pembantu, mereka bekerja menjadi pembantu untuk memperbaiki nasib, mengangkat ekonomi keluarga, meskipun dengan menjadi pembantu, tetapi dalam hati mereka masih ada keinginan kuat untuk tidak membebani orang lain. Mereka tidak pernah merasa hina bekerja menjadi pembantu di rumah keluarga lain, karena mereka percaya  bahwa menjadi pembantu adalah pekerjaan mulia dan halal.

            Tetapi, kenapa nasib mereka selalu dipinggirkan? Kenapa kekerasan demi kekerasan selalu mewarnai hidup mereka? Bukankah mereka bekerja untuk para majikannya? Para pembantu bekerja bukan untuk disakiti, dianiaya, disiksa, atau bekerja untuk tidak dibayar? Pembantu juga manusia, mereka membutuhkan perlindungan, hewan saja dilindungi apalagi pembantu? Pembantu adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan social manusia. Adalah zalim menyiksa, menganiaya dan menahan gaji pembantu. Padahal dengan gaji tersebut para pembantu berharap suatu saat nasibnya akan berubah.

 Pembantu bekerja untuk memperbaiki nasib dirinya,  orang tua, saudara-saudara  mereka. Pembantu  terlahir bukan untuk dijadikan obyek penyiksaan, penganiayaan, dan kekerasan, pembantu  adalah kenyataan sosial, mempunyai hak untuk dilindungi kehormatan, hak milik, harta, jiwa, kebebasan berekpresi, berbicara, perlindungan hokum, yang semua itu dipunyai oleh setiap orang, apakah itu para pembantu, majikan, orang miskin, kaya, orang biasa, pejabat, orang sakit, orang sehat dan setiap manusia  yang masih hidup mempunyai hak-hak azasi yang perlu diakui oleh siapapun.

            Manusia   mempunyai kesempatan sama untuk mendapatkan kemuliaan, tidak ada superior, maupun interior, suku, adat, bahasa, keturunan, warna kulit, jabatan dan pangkat bukanlah pembeda, bukanlah sarana untuk saling merendahkan, perbedaan status dan strata social bukan alasan untuk menjajah hak-hak azasi orang lain, karena yang membuat manusia mulia adalah ketakwaannya, jadi kita tidak berhak memproklamirkan diri sebagai orang yang paling mulia,” Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS. Hujarat: 13).

            Dari ayat di atas, jelaslah bahwa manusia  diciptakan berbeda-beda bukan untuk saling menganiaya dan menyiksa, atau pun saling menghinakan satu dengan lainnya, tetapi manusia diciptakan berbeda untuk saling mengenal dan saling menolong, sebab setiap manusia membutuhkan orang lain. Tidak  ada orang yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Ayat di atas juga mempertegas kenyataan bahwa tidak ada perbedaan antara majikan dan pembantu dalam memperoleh predikat kemuliaan, kemuliaan tidak hanya milik majikan tetapi milik semua manusia, semua manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi mulia, yaitu dengan bertakwa kepada Allah.

            Dengan demikian, menjadi majikan belum tentu mulia, begitu juga menjadi pembantu juga bukan posisi yang hina, maka tidak alasan untuk menyiksa pembantu, menganiaya pembantu, atau bahkan menghilangkan nyawanya. Karena kita adalah manusia, majikan juga manusia, pembantu juga manusia, kita sama tidak ada bedanya, yang  berbeda hanya posisinya saja, antara pekerja dan majikan. Jadi tidak ada alasan untuk menindas orang lain.

            Posisi  kerja dan kedudukan bukan menjadi alasan untuk berbuat sewenang-wenang, karena satu sama lain mempunyai hak yang sama dalam kehidupan, yaitu hak azasi manusia, hak universal milik semua manusia, demikian juga majikan mempunyai hak, dan kewajiban, pembantu juga mempunyai hak dan kewajiban, yang kesemua itu akan mengarahkan cara, pola, sikap dan kebijakan yang mengarah kepada kemaslahatan bersama. Mendapatkan  hak dan sama-sama menunaikan kewajiban, dan pada akhirnya akan terjadi keadilan di antara pembantu dan majikan. Apabila hal ini terwujud dan dilakukan sesuai hak dan kewajiban masing-masing maka akan terjadi keseimbangan dan keteraturan dalam hubungan antara majikan dan pembantu.

            Islam sebagai agama universal dan rahmat bagi seluruh alam mengatur bagaimana seharusnya sikap majikan terhadap pembantu, bagaimana memperlakukan pembantu, termasuk masalah pekerjaan yang dibebankan dan sistem penggajiannya. Rasulullah Saw sangat peduli terhadap para pembantu, Rasul melarang menyiksa para pembantu, menganiaya, menyakiti dan mendiskriminasikannya. “Dari Al-Marur bin Suwaid berkata,”Aku pernah melihat Abu Dzar Al-Ghifary r.a. sedang mengenakan sepotong baju jubah, juga budaknya yang mengenakan baju serupa. Kemudian aku menanyakan hal itu kepadanya. Jawabnya,”aku pernah mencaci maki seseorang, lalu orang itu mengadukanku kepada Rasulullah Saw kemudian Nabi bersabda, Apakah kamu menghinanya karena ibunya. Sesungguhnya kamu adalah seseorang yang pada dirimu terdapat jiwa jahiliyah. Kemudian Nabi menjelaskan, sesungguhnya saudara-saudara kalian itu pembantu kalian juga, yang Allah jadikan berada di bawah kekuasaan kalian. Maka barang siapa yang saudaranya di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya pakaian seperti pakaian yang ia kenakan, janganlah kalian bebani mereka dengan apa yang memberatkan mereka, karena jika kalian membebani mereka dengan apa yang memberatkan maka bantulah.”(HR. Bukhari Muslim).

            Hadis tersebut menunjukkan bahwa pembantu hendaknya diperlakukan seperti saudara sendiri. Perlakuan ini mencakup masalah pakaian, makanan, dan tempat tinggal, kalau kita memakai baju bagus, maka menurut hadis di atas kita disuruh oleh Nabi Saw  untuk membelikannya, apabila kita tidak membelikannya, maka perbuatan kita bertentangan dengan hadis dia atas. Ada juga majikan enggan memberi pembantunya baju bagus, paling-paling baju sudah lusuh, tidak layak pakai, yang sering diberikan kepada pembantunya. Ada juga majikan pelit terhadap makanan. Terkadang makanan dibiarkan basi daripada diberikan kepada pembantu, padahal menurut ajaran Islam pembantu berhak mendapatkan makanan seprti yang dimakan majikannya.

            Majikan arif dan bijak adalah  majikan yang memberi pekerjaan kepada pembantu sesuai dengan kemampuan  pembantu,  kalau pun majikan memberi tugas berat atau diluar kemampuan pembantunya, maka menurut ajaran Islam majikan harus memberi pertolongan atau membantu kerjanya. Selain itu majikan hendaknya memberi bimbingan kepada pembantu agar pekerjaan yang dibebankan dapat dilaksanakan sesuai dengan kehendaknya (majikan).

            Majikan mempunyai kewajiban membayar hak/gaji pembantunya, kewajiban ini terkadang menjadi problem di kalangan majikan, ada kecenderungan oknum majikan yang dengan sengaja menunda gaji pembantunya, bahkan lebih parah adalah tidak membayar gaji pembantunya, tidak itu saja, majikan juga menyiksa pembantunya dengan bermacam cara, selain tidak mendapat gaji, disiksa  majikan, dipaksa untuk bekerja dan tidak diberi makan, bahkan sampai diperkosa, sikap dan perilaku seperti itu secara nyata telah menentang ajaran Rasul Saw, dan secara sah mengambil posisi melawan dan mengabaikan ajaran Rasul Saw tentang penghargaan terhadap pembantu. Padahal gaji adalah hak pembantu, dan majikan wajib membayar gaji pembantunya, dalam ajaran Islam ketika seseorang telah selesai melakukan pekerjaan sebelum keringatnya kering  gaji harus sudah dibayarkan, hal ini menunjukkan membayar gaji pekerja/pembantu hendaknya tepat waktu,”Bayarlah kepada pekerja upahnya sebelum kringkeringatnya dan beritahukanlah berapa upahnya, ketika dia masih bekerja,”(HR. Baihaqi).

            Dari hadis di atas dapat diambil pokok pemahaman, pertama majikan harus membayar upah pembantu sebelum keringatnya kering atau membayar gajinya setelah bekerja sesuai kesepakatan, dalam arti tidak boleh menunda. Kedua, majikan  hendaknya transparan dalam permasalah gaji, bahkan sebelum pembantu bekerja masalah besar gaji hendaknya sudah diketahui oleh pekerja/pembantu. Dengan adanya trnsparansi dalam system penggajian akan menjauhkan majikan dan pembantu dari perbuatan melanggar hak azasi manusia atau mungkin melanggar hokum ketenagakerjaan.

            Islam peduli kepada pekerja/pembantu dapat dicermati dari keutamaan memenuhi dan membayarkan gaji pembantu/pekerja meskipun pembantunya sedang tidak ada di tempat pada waktu itu, sikap majikan yang menjaga dan mengembangkan gaji pembantunya dengan dibelikannya binatang ternak, sehingga ternak tersbut menjadi banyak, setelah saekian lama pembantunya kembali dari tugas yang jauh, dan bertahun-tahun, sebagai majikan ia tetap memberikan hak pembantunya, meskipun gaji yang sebelumnya sedikit, lalu dengan gaji tersebut ia belikan ternak, tetapi majikan tgersebut tetap memberikan semua ternak itu, meskipun gaji pembantunya tidak sebanyak nilai ternak tersebut. Sikap majikan yang baik, membayarkan gaji pembantunya tepat waktu, dan ketika pembantunya tidak di rumah, majikan tersebut tetap membayarkan gaji pembantunya.

 Bahkan, dengan keikhlasan majikan menggunkan gaji pembantunya untuk dijadikan modal usaha peternakan sehingga gaji pembantunya berlipat ganda, dan setelah pembantunya kembali majikan tersebut memberikan gaji sekaligus semua ternak itu, majikan tidak mengambil sedikitpun dari uang gaji pembantunya. Perbuatan majikan tersebut akhirnya menjadi wasilah baginya untuk lolos dari tragedi, ketika ia (majikan) terkurung dalam goa bersama dua orang temannya. Dengan berbuat baik kepada pembantu menjadikan majikan tadi mendapat pertolongan Allah.

            Dengan demikian, memuliakan pembantu, bersikap adil dan peduli terhadap pembantu merupakan ibadah mulia di sisi Allah,  mulia karena telah membantu orang lain, mulia karena pekerjaan pembantu diberi perhatian khusus oleh Nabi Saw, bahkan Nabi Saw sendiri juga pernah menjadi pembantu Khadijah,begitu juga dengan Nabi Yusuf, dan Nabi Musa.  Fakta ini membuktikan bahwa menjadi pembantu bukan pekerjaan hina. Allahu Alam

 

 

 

 

 


21 July 2020

PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM



 

A.        Biografi Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 Hijriyah atau 27 Mei, 1332 Masehi. Dalam bukunya: al-Ta’rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuh Gharban wa Syarqan Ibnu sebagaimana di kutip oleh Kasmuri Selamat menerangkan bahwa nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman Ibn Mumammad Ibn Muhammad Ibn al-Hasan Ibn Jabir Ibn Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Abd al-Rahman Ibn Khaldun. Garis keturunannya berasal dari Wail bin Hajar yaitu seorang sahabat Nabi yang terkenal.[1]

Omar Farrukh sebagaimana dikutip oleh Kasmuri Selamat menyatakan keturunan Ibnu Khaldun datang ke Andalusia bersama-sama dengan pasukan kaum muslimin kira-kira abad kedelapan. Hijriyah Sedangkan menurut Suwito dan Fauzan nenek moyang Ibnu Khaldun berasal dari kabilah Wail yang termasuk kabilah Arab Yaman., yang diduga pindah ke Andalusia pada abad ketiga Hijriyah.

FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM



Di antara fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam adalah sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengerakan, dan pengawasan.[1] Fungsi manajemen pendidikan islam secara detail akan dibahas sebagai berikut.

  1. Fungsi perencanaan, perencanaan adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seorang manajer dalam menentukan tujuan dan mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa tujuan tersebut dapat dicapai.[2] Sedangkan menurut Ramayulis perencanaan adalah langkah pertama yang harus diperhatikan oleh manajer dan para pengelola pendidikan pendidikan Islam. 

19 July 2020

ETIKA PENDIDIK ISLAM MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI



Menurut Hasyim Asya’ri ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik islam, bebera hal tersebut adalah adab atau etika bagi alim / para guru. Paling tidak menurut Hasyim Asy’ari ada dua puluh etika yang harus dipunyai oleh guru ataupun calon guru.

 Pertama, selalu berusah mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan apapun, bagaimanapun dan dimanapun.

Epistemologi Ilmu Menurut Islam



Epistemology adalah bagaimana mengetahui pengetahuan. Islam menganjurkan bahkan mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa menuntut ilmu  adalah wajib bagi muslim dan muslimat. Dalam hadisnya yang lain Nabi Muhammad mengatakan bahwa menuntut ilmu itu dari ayunan sampai liang kubur. Dari perkataan Nabi Muhammad tadi dapat dipahami bahwa menuntut ilmu sangat penting bagi manusia. Dalam Al-Quran dinyatakan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang yakin dan berilmu,” Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.[1] Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa menuntut ilmu  penting bagi manusia, karena dapat meningkatkan derajat manusia di sisi Allah Swt dan di sisi manusia.

Dalam hadis yang lain Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa kalau manusia ingin bahagia di dunia maka harus dengan ilmu, kemudian siapa yang ingin  bahagia di akherat harus dengan ilmu, selanjutnya kalau manusia ingin bahagia dunia dan akherat maka dengan ilmu. Dari pernyataan  tersebut dapat dipahami bahwa ilm,u akan mendukung manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Kebahagiaan hakiki akibat ilmu ditentukan bvenar tidaknya manusia dalam mencari kebenaran.

Kebenaran tersebut bermula ketika manusia mampu membaca-tanda-tanda kekuasaan Allah. Di antara sarana untuk mengenal kebenaran adalah dengan membaca dan menulis. Membaca dan menulis yang didasarkan kepada wahyu Allah/Al-Quran.dengan membaca manusia akan mempunyai ilmu pengetahuan. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[2] Ayat tersebut menganjurkan kepada manusia untuk banyak membaca, apakah membaca yang tersurat maupun membaca yang tersirat. Tujuan dari pembacaan terhadap tanda-tanda/ayat-ayat Allah yang tersurat maupun yang tersirat bertujuan agar manusia mendapatkan kebenaran, mendapatkan ilmu pengetahuan. Ketika manusia mendapatkan pengetahuan maka manusia akan mendapatkan kemuliaan, garansi kemuliaan ini hanya bagi manusia yang yakin kepada Allah dan yang sekaligus mempunyai ilmu.

Al-Quran menyatakan bahwa tidak sama antara orang yang berilmu pengetahuan dengan yang tidak berilmu pengetahuan,” (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.[3] Dalam ayat tersebut juga dinyatakan bahwa hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Artinya adalah manusia yang berakal akan mendapatkan pelajaran dan ilmu pengetahuan. Bahkan hanya orang yang berakallah yang dapat memahami ayat-ayat Allah.

Dalam ayat lain Allah menyatakan, Dan perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.[4] Dengan demikian orang yang berilmu akan mendapatkan pemahaman dari ayat-ayat Allah. Pemahaman  orang-orang berilmu akan menghasilkan kebenaran. Dan kebenaran yang paling dapat dipercaya adalah kebenaran wahyu Allah.

Islam memandang ilmu bukan terbatas pada eksperimental, tetapi lebih dari itu ilmu dalam pandangan Islam mengacu kepada aspek sebagai berikut pertama, metafisika yang dibawa oleh wahyu yang mengungkap realitas yang Agung, menjawab pertanyaan abadi, yaitu dari mana, kemana dan bagimana. Dengan menjawab pertanyaan tersebut manusia akan mengetahui landasan berpijak dan memahami akan Tuhannya. Kedua, aspek humaniora dan studi studi yang berkaitannya yang meliputi pembahasan mengenai kehidupan manusia, hubungannya dengan dimensi ruang dan waktu, psikologi, sosiologi, ekonomi dan lain sebagainya. Ketiga aspek material, yang termasuk dalam aspek ini adalah alam raya, ilmu yang dibangun berdasarkan observasi, eksperimen, seperti dengan uji coba   di laboratorium.[5]

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Islam tidak hanya menggunakan rasionalitas, empirisme saja dalam menemukan kebenaran, tetapi Islam menghargai dan menggunakan wahyu dan intuisi, ilham dalam mencari kebenaran. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, Mengapa Aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu Aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.[6]

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa untuk mendapatkan ilmu yang benar dapat muncul dari contoh-contoh danfenomena alam yang sengaja Allah ciptakan agar manusia memperhatikan dan mengambil pelajaran. Bahkan dalam Al-Quran  dinyatakan bahwa akal saja tidak akan mampu mengambil kebenaran dari ayat-ayat Allah, untuk mencari kebenaran menurut Al-quran tidak dapat mengandalkan akal sebagi satu-satunya jalan untuk memperoleh kebenaran. Al-Quran menyatakan semau tanda-tanda /ayat-ayat Allah tidak ada gunanya keculai bagi mereka yang beriman. Dalam ayat lain Allah memberi dorongan kepada manusia untuk menggunakan inderanya agar mendapatkan pengetahuan dan kebenaran. Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.[7]



[1] QS. Surat Al-Mujadalah :11

[2] QS. . Al-Alaq:1-5

[3] QS. Az-Zumar:9

[4] QS. Al-Ankabut:43

[5] M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektip Pemikiran Islam,(Jakarta: Lintas Pustaka: 2006), h. 53

[6] QS. Al-Maidah:31

[7] QS. An-Nur:43



DECENTRALIZATION, AUTONOMY AND SCHOOL IMPROVEMENT




Desentralisasi menjadi agenda politis strategi untuk pendidikan di negara-negara di dunia pada  terutama pada dua decade sebelumnya  ( Fullan-And Watson, 2000, p.45 3). Davies et al ( 2003, p.139) Ia menjelaskan sebagai suatu obat mujarab atau bahkan mantra didalam diskusi global " penguasaan baik" atau format pengambilan keputusan efektif' dan, menurut Calloids ( 1999, p.9), adalah ' salah satu gejala utama yang  mempengaruhi perencanaan bidang pendidikan pada  lima belas tahun terakhir '. yang keduanya berkembang di ( Bank Dunia, 1995) Masyarakat barat ( Rondinelli et Al, 1983)

HADIS TENTANG DOA MASUK KAMAR MANDI



حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ النَّضْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذِهِ الْحُشُوشَ مُحْتَضَرَةٌ فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ حَدَّثَنَا جَمِيلُ بْنُ الْحَسَنِ الْعَتَكِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ ح و حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ إِسْحَقَ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ عَوْفٍ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far dan Abdurrahman bin Mahdi keduanya berkata; telah menceritakan

HADIS TENTANG ORANG BERIMAN AKAN MASUK SURGA




حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ طَلْحَةَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو أَيُّوبَ أَنَّ أَعْرَابِيًّا عَرَضَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي سَفَرٍ فَأَخَذَ بِخِطَامِ نَاقَتِهِ أَوْ بِزِمَامِهَا ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوْ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي بِمَا يُقَرِّبُنِي مِنْ الْجَنَّةِ وَمَا يُبَاعِدُنِي مِنْ النَّارِ قَالَ فَكَفَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نَظَرَ فِي أَصْحَابِهِ ثُمَّ قَالَ لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ لَقَدْ هُدِيَ قَالَ كَيْفَ قُلْتَ قَالَ فَأَعَادَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ دَعْ النَّاقَةَ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ بِشْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ وَأَبُوهُ عُثْمَانُ أَنَّهُمَا سَمِعَا مُوسَى بْنَ طَلْحَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ هَذَا الْحَدِيثِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Amru bin Utsman telah menceritakan kepada kami Musa bin Thalhah dia berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Ayyub, bahwa seorang Badui menghalangi Rasulullah ﷺ sedangkan beliau dalam suatu perjalanan, lalu dia mengambil tali kendali

HADIS TENTANG IMAN ISLAM DAN IHSAN




و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ عُلَيَّةَ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي حَيَّانَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَارِزًا لِلنَّاسِ

فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِيمَانُ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكِتَابِهِ وَلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ الْآخِرِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ وَلَكِنْ سَأُحَدِّثُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتْ الْأَمَةُ رَبَّهَا فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا وَإِذَا كَانَتْ الْعُرَاةُ الْحُفَاةُ رُءُوسَ النَّاسِ فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا وَإِذَا تَطَاوَلَ

18 July 2020

HADIS LARANGAN MENCERITAKAN APA SAJA YANG DIDENGAR



و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ ذَلِكَ
Dan telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz al Anbari telah menceritakan kepada kami Bapakku (dalam riwayat lain disebutkan), Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Khubaib bin Abdurrahman dari Hafsh bin Ashim dia berkata,

HADIS LARANGAN BERDUSTA ATAS NAMA RASULULLAH SAW



و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَخْطُبُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَكْذِبُوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ يَكْذِبْ عَلَيَّ يَلِجْ النَّارَ
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Ghundar dari Syu'bah (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah

HADIS KEUTAMAAN SUJUD DAN ANJURAN MELAKSANAKANNYA



حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ سَمِعْتُ الْأَوْزَاعِيَّ قَالَ حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ هِشَامٍ الْمُعَيْطِيُّ حَدَّثَنِي مَعْدَانُ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ الْيَعْمَرِيُّ قَالَ لَقِيتُ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْخِلُنِي اللَّهُ بِهِ الْجَنَّةَ أَوْ قَالَ قُلْتُ بِأَحَبِّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ فَسَكَتَ ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَسَكَتَ ثُمَّ سَأَلْتُهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ سَأَلْتُ عَنْ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لَا تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلَّا رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً قَالَ مَعْدَانُ ثُمَّ لَقِيتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ لِي مِثْلَ مَا قَالَ لِي ثَوْبَانُ

Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami al-Walid bin Muslim dia berkata, "Saya mendengar al-Auza'i berkata, telah menceritakan kepadaku al-Walid bin Hisyam al-Mu'aithi telah menceritakan kepadaku Ma'dan bin Abi Thalhah al-Ya'mari dia berkata, "Aku bertemu Tsauban, maula Rasulullah ﷺ, lalu aku bertanya, 'Kabarkanlah kepadaku dengan suatu amal yang jika kukerjakan niscaya Allah akan memasukkanku ke dalam surga

HADIS TENTANG MENGERASKAN BACAAN SHALAT SUBUH DAN MEMBACA UNTUK JIN




حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَا قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْجِنِّ وَمَا رَآهُمْ انْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي طَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ عَامِدِينَ إِلَى سُوقِ عُكَاظٍ وَقَدْ حِيلَ بَيْنَ الشَّيَاطِينِ وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ وَأُرْسِلَتْ عَلَيْهِمْ الشُّهُبُ فَرَجَعَتْ الشَّيَاطِينُ إِلَى قَوْمِهِمْ فَقَالُوا مَا لَكُمْ قَالُوا حِيلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ وَأُرْسِلَتْ عَلَيْنَا الشُّهُبُ قَالُوا مَا ذَاكَ إِلَّا مِنْ شَيْءٍ حَدَثَ فَاضْرِبُوا مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا فَانْظُرُوا مَا هَذَا الَّذِي حَالَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ فَانْطَلَقُوا يَضْرِبُونَ مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا فَمَرَّ النَّفَرُ الَّذِينَ أَخَذُوا نَحْوَ تِهَامَةَ وَهُوَ بِنَخْلٍ عَامِدِينَ إِلَى سُوقِ عُكَاظٍ وَهُوَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ صَلَاةَ الْفَجْرِ فَلَمَّا سَمِعُوا الْقُرْآنَ اسْتَمَعُوا لَهُ وَقَالُوا هَذَا الَّذِي حَالَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ فَرَجَعُوا إِلَى قَوْمِهِمْ فَقَالُوا يَا قَوْمَنَا { إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا } فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنْ الْجِنِّ }

Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Abu Bisyr dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas dia berkata, "Rasulullah tidak membaca di hadapan jin, dan tidak melihat mereka. Hanya dahulu Rasulullah ﷺ bertolak pergi kepada sejumlah sahabatnya bermaksud ke pasar Ukazh, sedangkan ketika itu antara setan dan kabar langit telah diberi penghalang, dan dikirimlah meteor api kepada mereka. Lalu setan

Cara Memperoleh Ilmu dalam Islam



Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, Kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, Kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.[1] Ayat tersebut mengindikasikan bahwa tidak semua orang akan mendapatkan kebenaran, hal ini membuktikan bahwa meskipun manusia mempunyai akal tetapi dengan akalnya ia tidak serta merta mendapatkan kebenaran hakiki. ”Telah mengajarkan kepadanya. akan tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.”[2]

FANATISME JAHILIYAH



Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS.AlMaidah: 8-9).

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang beriman adalah orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah. Menegakkan kebenaran bukan karena menginginkan suatu jabatan, nama baik, sanjungan, hadiah dan karena tuntutan pekerjaan, maka perbuatan tersebut belum sesuai dengan konsep menegakkankeadilan yang ada dalam ayat tersebut.  Menegakkan kebenaran bukan bersifat sementara, bukan musiman, akan tetapi menegakkan kebenaran dalam konsep ayat tersebut adalah menegakkan kebenaran setaiap saat, setiap waktu, dimana pun seseorang berada, baik dalam keadaan sempit, lapang, susah, bahagia, dalam tekanan, dalam kelapangan. Menegakkan kebenaran tidak mengenal siapa orangnya, akan tetapi menegakkan kebenaran adalah hak setiap orang. Dengan demikian siapapun berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk menyuarakan kebenaran.

Satu diantara sekian jalan menunjukkan kebenaran, mengungkap kebenaran adalah dengan bersaksi dengan adil dan jujur. Ketika seseorang telah menjadi saksi atas suatu peristiwa, suatau permasalahan, maka pada  saat itu ia telah mempunyai kesempatan mengungkap kebenaran. Saksi yang adil adalah saksi yang menyatakan, mengatakan sesuatu sesuai dengan fakta yang ia lihat atas suatu peristiwa itu sendiri. Dengan posisi penting tersebut, maka saksi mempunyai peran utama dalam mengungkap suatu kebenaran.

 Menjadi saksi yang berpahala adalah memberi saksi dengan adil. Saksi adil termasuk sifat orang yang beriman. Orang beriman selalu berusaha menjadi saksi yang adil dan jujur.  Adil hendaknya dilakukan hanya karena Allah, bukan karena yang lain. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa kita dilarang berlaku tidak adil. Larangan tersebut, wanti-wanti tersebut ditujukan kepada mereka yang masih terpengaruh oleh sifat fanatik yang berlebihan terhadap sesuatu kaum, golongan, suku, adat, budaya, partai, agama dan sebagainya.  Sikap ini menunjukkan sifat fanatisme jahiliyah.

 Sikap mendahulukan golongan, suku, alamamater merupakan perbuatan dan sikap jahiliyah, yang ketika datang Islam sikap dan perilaku tersebut dihapuskan dan diganti dengan persatuan dan persaudaraan berdasarkan keimanan. Dengan demikian sikap dan perilaku yang selalu mengedepankan kesukuan, kelompok, dan almamater dihapuskan  dengan datangnya Islam. Islam adalah umat yang satu. Umat yang tidak membedakan sukua, ras, bahasa, asal-usul, kelompok dan bangsa.

Jika dicermati era saat ini sikap fanatic terhadap suku, asal daerah, partai politik, almamater makin kental. Apalagi sejak otonomi daerah diberlakukan, terutama pada waktu pemilihan kepala daerah, kabupaten dan kota. Calon  pemimpin daerah tersebut dengan bangga mengedepankan kesukuan, adat, asal daerah, partai politik. Padahal dalam menentukan calon pemimpin  asal suku, daerah, partai  politik tidak menjadi tolak ukur, akan tetapi ukurannya adalah sikapnya, akhlaknya, kemampuannya, kepribadiannya, kecakapannya dalam kepemimpinan. Tetapi sikap dan perilaku jahiliyah(fanatic akut), dewasanya bangkit kembali. Kecenderungan tersebut makin terlihat tatkala masyarakat menentukan calon pemimpin mereka. Mereka tidak peduli apakah ada calon lain yang lebih baik dari calon yang ia dukung. 

Sikap lebih mementingkan asal daerah dan suku dalam memilih pemimpin adalah bukti nyata adanya fanatisme yang akut. Padahal fanatik akut, fanatik berlebihan dilarang oleh Islam. Karena pada  dasarnya Islam tidak menghendaki fanatisme.  Anehnya masyarakat Islam masih terjebak dalam fanatisme, terutama dalam menentukan pilihan pemimpin mereka. Merek lebih mengedepankan kesukuan, asal daerah, asal partai dibanding pertimbangan kelayakan sebagai seorang pemimpin. Padahal, ada calon lain yang lebih kompeten, lebih baik dibanding calon pilihannya, yang dipilih hanya berdasarkan asal suku, asal daerah, almamater dan asal partai. Sikap seperti inilah yang akhirnya akan menimbulkan ketidakadilan, ketidakadilan dalam menentukan pilihan pemimpin yang  baik, berakhlak, ahli dan berkualitas.

Rasa kesukuan, rasa, kelompok, asal usul daerah menjadi makin dominan dalam pemilihan kedala daerah baik kota, kabupaten bahkan propinsi. Kalau bukan sukunya, maka calon pemimpin tersebut tidak dipilihnya, kalau bukan dari kampungnya, makacalon permimpin tersebut tidak dipilihnya, kalau bukan dari almamater, suku, daerah dan partainya.

Sikap tersebut membuktikan bahwa kita tidak adil dan tidak obyektif. Hanya Karena bukan sesuku, sekampung, separtai, sealmamater kemudian menjadikan diri berlaku tidak obyektif dan tidak adil. Maka sikap seperi ini sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Islam.  Islam tidak mengajarkan dalam memilih pemimpin berdasarkan asal kampung,daerah, partai, almamater, tetapi lebih memilih pemimpin hendaknua di dasari obyektifitas, keadilan dan akhalak , kemmapun calon pemimpin tersebut.

 Sungguh aneh jika jaman modern ini masih banyak umat Islam yang terjebak fanatisme jahiliyah. Ada kecenderungan masyarakat dewasa ini yang terlalu sensitive, sebagai contoh jika suku, daerah, kelompok mereka terusik mereka mau berkelahi, tawuran hanya karena ulah segelintir  orang yang memanfaat fanatisme kesukuan, asal  daerah, organisasi dan  partai. Seiring  dengan makin dekatnya pemilihan calon kepada daerah kota dan kabupaten, serta propinsi, banyak umat Islam yang terjebak kepada  ashabiyah-ashabiyah/fanatisme kedaerahan, suku, partai politik, kelompok dan golongan.  Padahal dalam memilih pemimpin yang perlu dikedepankan adalah obyektifitas, bukan fanatisme jahiliyah.

Seharusnya, beda adat, budaya, suku, kelompok, organisasi, almamate dan partani tidak menghilangkan obyektifitas dan sikap adil. Jika kita masih terjebak kepada fanatisme, maka sebenarnya kita telah menyimpang dari aturan Allah. Sebab dalam ajaran Islam, kita disuruh untuk selalu berlaku adil, dan tidak terpengaruh oleh kebencian dan fanatisme berlebihan. Sehingga  kita memandang sesuatu dengan  obyektif dalam memilih calon pemimpin. Untuk itu, perlu kiranya kita menyadari bahwa keadilan tidak dapat ditegakkan dalam hati dan jiwa yang masih mengedepankan sikap fantik yang berlebihan.

 Perlu diingat bahwa seseorang yang telah masuk Islam dan telah beriman, maka panggilannya “hai orang beriman,” bukan lagi panggilan kesukuan, kelompok, organisasi dan partai. Hal ini membuktikan bahwa ketika Islam datang, maka islam telah melebur dan mengubur sikap dan sifat yang mengedepankan kesukuan, ras, budaya, adat, almamater, oranganisasi dan partai politik.

 Meskpun Islam menghargai perbedaan, tetapai pada hakekatnya adalah untuk  kebaikan manusia itu sendiri.  Suku, adat, organisasi, bahasa waran kulit, partai plitik bukanlah pertimbangan Allah dalam memandang kemuliaan manusia. Tepai dalam memandang manusia Allah lebih melihat dan mencermati ketakwaan manusia. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS. Al-Hujarat: 13).

Jelaslah bahwa beragam bukanlah halangan untuk berbuat baik,tetapi perbedaan adalah rahmat yang patut disyukuri. Dengan adanya perbedaan hidup menjadi indah, dengan beraneka ragam menjadikan kita saling memahami. Keberagaman  adalah jalan menuju kebersamaan, bukan perpecahan. Pada akhirnya kita saling berusaha mengenal satu dengan lainnya.

 

 

 

 

 

 

 


Berbeda Boleh, Sesat Jangan!




Menarik untuk di disikusikan tulisan Muhammad Kosim LA, “Adanya Perbedaan; Rahmat atau Azab”(Haluan/06/08). Muhammad Kosim menyimpulkan bahwa perbedaan akan mendatangkan rahmat  jika perbedaan tersebut dalam tataran pemahaman terhadap ayat-ayat yang dzanni. Sebaliknya jika perbedaan dalam tataran pemahaman terhadap ayat-ayat yang qathi, maka hal itu akan membawa bencana, azab.  Dari pendapat Kosim tersebut dapat dicermati bahwa Islam mengakui adanya perbedaan, Islam sebagai agama wahyu mengakui perbedaan itu, bahkan perbedaan adalah sunatullah. Missal laki-laki akan berbeda dengan perempuan, malam akan berbeda dengan siang. Bodoh akan berbeda dengan pandai, kaya akan berbeda dengan miskin, dari semua contoh tersebut jelaslah bahwa di dunia ini perbedaan adalah keharusan yang diciptakan oleh Allah.

17 July 2020

hadis perintah nikah




حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ إِنِّي لَأَمْشِي مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ بِمِنًى إِذْ لَقِيَهُ عُثْمَانُ فَاسْتَخْلَاهُ فَلَمَّا رَأَى عَبْدُ اللَّهِ أَنْ لَيْسَتْ لَهُ حَاجَةٌ قَالَ لِي تَعَالَ يَا عَلْقَمَةُ فَجِئْتُ فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ أَلَا نُزَوِّجُكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بِجَارِيَةٍ بِكْرٍ لَعَلَّهُ يَرْجِعُ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ مَا كُنْتَ تَعْهَدُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَئِنْ قُلْتَ ذَاكَ لَقَدْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ


Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Ibrahim dari 'Alqamah, ia berkata; sungguh aku pernah berjalan bersama Abdullah bin Mas'ud di Mina, tiba-tiba ia bertemu dengan Utsman, kemudian ia mengajaknya menyendiri. Kemudian tatkala Abdullah melihat bahwa ia tidak memiliki keperluan dengannya ia berkata kepadaku; kemarilah wahai 'Alqamah! Kemudian aku datang. Kemudian

Belajar Dari Kisah Nabi Yusuf



Nabi Yusuf adalah putera ke tujuh dari dua belas putera-puteri Nabi Ya'qub. Ia dikurniakan Allah rupa yang bagus, paras tampan dan tubuh yang tegap yang menjadikan idaman setiap wanita dan kenangan gadis-gadis remaja. Ia adalah anak yang dimanjakan oleh ayahnya, lebih disayang dibandingkan dengan saudaranya yang lain, terutamanya setelah ditinggalkan ibu kandung Rahil semasa ia masih berusia dua belas tahun. Dalam surat Yusuf diinformasikan berbagai macam cobaan, derita yang dialami oleh Nabi Yusuf.

Cara Rasulullah Menyiapkan Generasi Cerdas



Syaikh Fuhaim Musthafa dalam bukunya Minhajuth Thiflil Muslim, menyatakan bahwa Otak mengatur dan mengkoordinir semua aktivitas  seseorang, mulai dari gerakan, perilaku, fungsi tubuh homeostasis, seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh, suhu tubuh. Otak bertanggung jawab terhadap fungsi pengenalan, emosi, ingatan, pembelajaran motorik dan pembelajaran lainnya. Dengan demikian akal mempunyai peran penting dan merupakan kekuatan besar yang diberikan Allah kepada manusia. Bahkan dengan akalnya manusia dapat mengenal Tuhan, karena akalnya manusia berbeda dan menjadi  lebih mulia disbanding dengan makhluk lainnya.Jika halnya demikian, maka mempersiapkan generasi berotak cerdas penting dilakukan.

Aplikasi Pendekatan Kontektual di Sekolah



 ”The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social, and cultural circum- stances. To achieve this aims, the system encompasses the following eight com- ponents: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated leraning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment.(”Johnson (2002)

 Menurut Slamet ada enam pentahapan dalam pembelajaran kontektual di tingkat sekolah yaitu: pertama, mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa yaitu dengan memilah-milah materi yang tekstual dan materi yang dapat diakitkan dengan hal-hal aktual. Kedua, mengkaji konteks kehidupan siswa sehari-hari secara cermat sebagai salah satu upaya untuk memahami konteks kehidupan siswa sehari-hari. Ketiga,

15 July 2020

HADIS TENTANGMALU BAGIAN DARI IMAN



حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْجُعْفِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al Ju'fi dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir Al 'Aqadi yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal

TIPS SUKSES MENDIDIK ANAK



Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan pribadi seseorang. Kebutuhan yang tidak dapat diganti dengan yang lain. Karena pendidikan merupakan kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan kualitas, pontensi dan bakat diri. Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari kebodohan menjadi kepintaran dari kurang paham menjadi paham, intinya adalah pendidikan membentuk jasmani dan rohani menjadi paripurna. Sebagaimana tujuan pendidikan, menurut Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3 dinyatakan

HADIS TENTANG PERBUATAN MAKSIAT MERUPAKAN KEBIASAAN JAHILIYAH



حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ وَاصِلٍ الْأَحْدَبِ عَنْ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ وَعَلَى غُلَامِهِ حُلَّةٌ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِنِّي سَابَبْتُ رَجُلًا فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ فَقَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمْ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Washil Al Ahdab dari Al Ma'rur bin Suwaid berkata, Aku bertemu Abu Dzar di Rabdzah yang saat itu mengenakan pakaian dua lapis, begitu juga budaknya, maka aku tanyakan kepadanya tentang itu, maka dia menjawab: Aku telah menghina seseorang dengan cara menghina ibunya, maka Nabi ﷺ

HADIS TENTANG PENYEBAB WANITA MASUK NERAKA





حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Zaid bin Aslam dari 'Atho' bin Yasar dari Ibnu 'Abbas berkata, Nabi ﷺ bersabda, "Aku diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah wanita. Karena mereka sering mengingkari".

14 July 2020

Hadis tentang mengajak kepada kebaikan, akan mendapat pahala sebanyak pahala orang-orang yang mengikutinya

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنُونَ ابْنَ جَعْفَرٍ عَن

الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah bin Sa'id dan Ibnu Hujr, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il yaitu Ibnu Ja'far dari Al 'Ala dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah ﷺ telah bersabda, "Barangsiapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa

13 July 2020

MANDI WAJIB SEBELUM PERGI SALAT JUMAT HUKUMNYA SUNAH



حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Shafwan bin Sulaim dari Atha` bin Yasar dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap muhtalim (yang telah beranjak dewasa)."

12 July 2020

HADIS TENTANG WAKTU WAKTU SALAT DAN KEUTAMAANNYA

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ أَخَّرَ الصَّلَاةَ يَوْمًا فَدَخَلَ عَلَيْهِ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ فَأَخْبَرَهُ أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ أَخَّرَ الصَّلَاةَ يَوْمًا وَهُوَ بِالْعِرَاقِ فَدَخَلَ عَلَيْهِ أَبُو مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيُّ فَقَالَ مَا هَذَا يَا مُغِيرَةُ أَلَيْسَ قَدْ عَلِمْتَ أَنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَزَلَ فَصَلَّى فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ بِهَذَا أُمِرْتُ فَقَالَ عُمَرُ لِعُرْوَةَ اعْلَمْ مَا تُحَدِّثُ أَوَأَنَّ جِبْرِيلَ هُوَ أَقَامَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقْتَ الصَّلَاةِ قَالَ عُرْوَةُ كَذَلِكَ كَانَ بَشِيرُ بْنُ أَبِي مَسْعُودٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ قَالَ عُرْوَةُ وَلَقَدْ حَدَّثَتْنِي عَائِشَةُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ
فِي حُجْرَتِهَا قَبْلَ أَنْ تَظْهَرَ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah berkata; Aku membacakannya di hadapan Malik dari Ibnu Syihab bahwa 'Umar bin 'Abdul 'Aziz pada suatu hari mengakhirkan pelaksanaan shalat. Kemudian 'Urwah bin Az Zubair datang menemuinya dan mengabarkan kepadanya bahwa Al Mughirah bin