12 December 2019

Penilaian kompetensi dan survei karakter

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim optimistis kebijakannya menggantikan Ujian Nasional (UN) dengan asesmen kompetensi tidak akan menghasilkan 'siswa lembek'. Menurutnya, pergantian sistem UN dengan penilaian kompetensi justru akan memberi tantangan yang sesungguhnya bagi sekolah.
penilaian kompetensi akan baik tatakala ada kesepakatan apa kopentensi yang akan diuji. ada standarnya sehingga nantinya uji kopetensi atau penilaian kopetensi  akan baik sesuai dengan harapan.


 jika tidak standar kopetnsi yang akan diuji maka hanya  akan mempersulit pihak sekolah untuk melakukan uji kopwetensi siswa/ peserta didik. di sisilian, setiap sekolah tidak sama sumber dayannya, sehingga dikhawatirkan akan terjdi ketimpangan dalam hal penyususnan uji kopetensi, atau baerangkali nanti uji koopetensi/ penilaian kopetensi dibuat pusdat dan daerah hanya melaksanakannya saja. 

jika halnya demikian, maka pada dasranya pihak sekolah akan mudah melakukannya tanpa eban harsu membuat standar apa yang akan diuji sesyai penilaian kopetensi. namun, didi lain, ada juiga daerah yang mungkin tidak sama kualitas maupun kemampuan peserat didik dan tenaga kependidikannya, tentu hal tersebut akan menyulitkan.
untuk itu perlu kiranya kita pikir dan bicarakan bersama bagaimana penilaian kopetensi terhadap peserta didik.
 apalgi jika dalam pelaksanaan  penilaian kopetensi juga ada semacam survei, maka perlu juga disiapkan pendidik yang mamapu membuat penelitian atau survei yang terukur dan teruji,jika tanap adanya pelatihan tentang bagaimana melakukan survei yang baik dan terukur, maka pelaksanaan survei karakter juga kan menemui kendala tan hasil yang tidak terukur dan teruji.

No comments: