Oleh: Riwayat Attubani
Surau, sebagai salah satu institusi pendidikan Islam tertua di Minangkabau, telah memainkan peran fundamental dalam pembentukan karakter masyarakat dan penyebaran ajaran agama. Makalah ini mengkaji sejarah perkembangan surau dari masa awal masuknya Islam hingga era modern, menyoroti evolusi fungsi, kurikulum, serta metode pengajarannya. Analisis mendalam akan dilakukan terhadap adaptasi surau terhadap perubahan sosial, politik, dan keagamaan, serta signifikansinya dalam melestarikan identitas keislaman dan kebudayaan Minangkabau.
Kata Kunci: Surau, Pendidikan Islam, Minangkabau, Sejarah Pendidikan, Tradisi Islam.
1. Pendahuluan
Minangkabau, dengan falsafah "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" (Adat bersendikan syariat, syariat bersendikan Kitabullah), memiliki sejarah panjang dalam integrasi antara Islam dan budaya lokal. Salah satu pilar utama dalam proses integrasi dan penyebaran Islam ini adalah surau. Lebih dari sekadar tempat ibadah, surau telah lama berfungsi sebagai pusat pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, dan pembentukan karakter masyarakat. Makalah ini bertujuan untuk menelusuri jejak sejarah perkembangan surau sebagai institusi pendidikan Islam di Minangkabau, mengidentifikasi fase-fase penting perubahannya, serta menganalisis relevansinya dalam konteks kekinian.
2. Asal-Usul dan Fungsi Awal Surau
Keberadaan surau di Minangkabau diyakini sudah ada sejak sebelum kedatangan Islam. Awalnya, surau berfungsi sebagai tempat berkumpulnya kaum laki-laki dewasa untuk membahas urusan adat, bermusyawarah, hingga tempat belajar ilmu silat atau keterampilan lain. Dengan masuknya Islam pada sekitar abad ke-7 hingga ke-13 Masehi melalui para pedagang dan ulama dari Timur Tengah dan India, fungsi surau mengalami transformasi signifikan.
Para ulama awal ini memanfaatkan surau sebagai markas dakwah dan tempat mengajarkan ajaran Islam. Mereka tidak menghancurkan struktur sosial dan institusi yang sudah ada, melainkan mengadaptasi dan mengisi surau dengan nilai-nilai Islam. Pada masa ini, surau menjadi:
Pusat Pengajaran Dasar Agama: Fokus pada pengenalan syahadat, tata cara salat, membaca Al-Qur'an (mengaji), dan dasar-dasar akidah.
Tempat Pembinaan Moral: Mengajarkan akhlak mulia dan etika Islam yang sejalan dengan nilai-nilai adat.
Pusat Pertemuan Komunitas: Selain ibadah dan belajar, surau juga menjadi tempat musyawarah masyarakat dan penyelesaian sengketa.
Masa awal ini ditandai dengan fleksibilitas tinggi dan adaptasi ajaran Islam ke dalam budaya lokal, menjadikannya mudah diterima oleh masyarakat Minangkabau.
3. Periode Klasik dan Puncak Kejayaan Surau (Abad ke-17 hingga Awal Abad ke-20)
Periode ini adalah masa keemasan surau sebagai institusi pendidikan Islam. Setelah Islam tertanam kuat di Minangkabau, surau berkembang menjadi lembaga yang lebih terstruktur, meskipun tetap informal. Beberapa ciri khas periode ini meliputi:
3.1. Perkembangan Kurikulum dan Ilmu Pengetahuan
Kurikulum surau tidak lagi hanya terbatas pada dasar-dasar agama. Para ulama (sering disebut Tuanku, Buya, Syekh) yang berpendidikan tinggi dari Mekkah atau pusat-pusat ilmu Islam lainnya membawa pulang kitab-kitab klasik. Ilmu yang diajarkan semakin luas, meliputi:
Ilmu Fiqih: Pembahasan mendalam tentang hukum Islam dari berbagai mazhab.
Ilmu Tauhid/Akidah: Filsafat ketuhanan dan keyakinan dalam Islam.
Ilmu Tasawuf: Aspek spiritual dan mistik dalam Islam, yang sangat populer di Minangkabau dengan munculnya berbagai tarekat (seperti Naqsyabandiyah, Syattariyah).
Ilmu Tafsir dan Hadits: Pemahaman Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Bahasa Arab (Nahwu & Shorof): Keterampilan penting untuk memahami kitab-kitab kuning.
Ilmu Falak: Ilmu astronomi untuk penentuan waktu ibadah.
Sastra Arab dan Adat: Pemahaman terhadap teks-teks klasik dan kearifan lokal.
3.2. Metode Pengajaran yang Khas
Metode pengajaran di surau pada periode ini sangat efektif dan interaktif:
Metode Halaqah: Santri (sering disebut anak surau) duduk melingkar mengelilingi guru, mendengarkan penjelasan, dan berdiskusi.
Metode Sorogan: Santri secara individual menyetorkan hafalan atau bacaan kitab kepada guru untuk dikoreksi.
Metode Bandongan: Guru membacakan kitab, dan santri menyimak serta membuat catatan.
Keteladanan: Guru menjadi figur sentral yang dihormati dan diteladani dalam akhlak serta kehidupan sehari-hari.
3.3. Surau sebagai Pusat Intelektual dan Pergerakan
Pada periode ini, banyak surau besar menjadi pusat intelektual yang melahirkan ulama-ulama kharismatik dan berpengaruh. Beberapa surau bahkan menjadi markas gerakan sosial dan keagamaan, seperti Perang Padri di awal abad ke-19. Meskipun Perang Padri sering dilihat sebagai konflik, ia juga mencerminkan peran surau sebagai penggerak reformasi dan purifikasi ajaran Islam di Minangkabau.
4. Tantangan dan Perubahan di Era Kolonial dan Awal Kemerdekaan (Abad ke-20)
Masuknya pengaruh kolonial Belanda membawa tantangan besar bagi surau. Pemerintah kolonial memperkenalkan sistem pendidikan Barat yang lebih terstruktur dan berorientasi pada pencetakan tenaga kerja. Hal ini menimbulkan persaingan dan pergeseran paradigma pendidikan.
Munculnya Madrasah/Sekolah Islam Modern: Beberapa ulama, yang menyadari keterbatasan surau dalam menghadapi modernitas, mulai mendirikan madrasah atau sekolah Islam modern. Institusi ini mengadopsi kurikulum berjenjang, mata pelajaran umum, dan sistem kelas ala Barat, namun tetap mempertahankan nilai-nilai Islam. Contohnya adalah Diniyah School dan Thawalib.
Regulasi Kolonial: Pemerintah kolonial berusaha mengawasi dan membatasi peran surau, terutama setelah Perang Padri, karena surau seringkali menjadi pusat perlawanan.
Dampak Politik Etis: Kebijakan pendidikan kolonial yang lebih luas mendorong munculnya sekolah-sekolah umum, yang semakin menggerus dominasi surau.
Meskipun demikian, surau tidak sepenuhnya hilang. Banyak surau yang tetap bertahan, khususnya di daerah pedesaan, dan terus menjadi benteng pendidikan agama serta pelestarian adat. Mereka juga berperan dalam pergerakan nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan, seringkali menjadi tempat persembunyian pejuang atau penyebaran ide-ide anti-kolonial.
5. Surau di Era Modern dan Adaptasi (Pasca Kemerdekaan hingga Kini)
Setelah kemerdekaan Indonesia, peran surau sebagai institusi pendidikan mengalami diversifikasi. Pendidikan formal semakin berkembang pesat dengan munculnya sekolah negeri dan swasta yang terstandardisasi. Surau beradaptasi dengan beberapa cara:
Transformasi menjadi Madrasah Diniyah: Banyak surau yang terorganisir lebih formal menjadi Madrasah Diniyah yang berfokus pada pendidikan agama non-formal setelah jam sekolah umum.
Pusat Tahfiz Al-Qur'an: Beberapa surau berinovasi menjadi pusat penghafalan Al-Qur'an.
Pusat Pembinaan Remaja dan Komunitas: Surau tetap menjadi tempat pengajian rutin, pembinaan karakter bagi remaja, dan pusat kegiatan sosial keagamaan di tingkat nagari/desa.
Pelestarian Tradisi: Surau tetap berperan dalam melestarikan tradisi keilmuan Islam Minangkabau, seperti kajian kitab kuning dan praktik tarekat.
Integrasi dengan Pendidikan Modern: Beberapa surau kini menjalin kerja sama dengan sekolah formal untuk memberikan pendidikan agama tambahan atau ekstrakurikuler.
Meskipun tidak lagi menjadi satu-satunya atau institusi pendidikan utama seperti di masa lalu, surau tetap relevan dalam membentuk akhlak, menjaga identitas keagamaan, dan memperkuat ikatan sosial masyarakat Minangkabau.
6. Analisis Signifikansi Surau dalam Pendidikan Islam Minangkabau
Sejarah panjang surau menunjukkan beberapa signifikansi penting:
Fondasi Pendidikan Islam: Surau adalah pondasi awal yang memperkenalkan dan menyebarkan ajaran Islam secara luas di Minangkabau.
Pelestarian Identitas Budaya-Religius: Surau berhasil mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan adat Minangkabau, menciptakan identitas "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" yang unik.
Fleksibilitas dan Adaptabilitas: Surau menunjukkan kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, dari pusat ilmu klasik hingga pusat pembinaan spiritual modern.
Pembentukan Karakter: Penekanan pada akhlak, disiplin, dan kemandirian melalui metode sorogan dan keteladanan telah membentuk karakter kuat generasi Minangkabau.
Pusat Pergerakan Sosial: Surau bukan hanya tempat belajar, tetapi juga inkubator ide-ide dan gerakan sosial yang signifikan dalam sejarah Minangkabau.
7. Kesimpulan
Sejarah perkembangan surau sebagai institusi pendidikan Islam di Minangkabau adalah cerminan dari dinamika Islamisasi, adaptasi budaya, dan perjuangan masyarakat dalam menjaga identitasnya. Dari tempat ibadah sederhana hingga pusat intelektual yang melahirkan ulama besar, surau telah membuktikan diri sebagai lembaga yang adaptif dan resilient. Meskipun menghadapi tantangan modernisasi, surau tetap eksis dan berperan penting dalam melestarikan tradisi keilmuan Islam, membentuk karakter generasi muda, dan memperkuat nilai-nilai keagamaan serta adat di Minangkabau. Memahami sejarah surau berarti memahami akar peradaban dan identitas Minangkabau itu sendiri.